Ada banyak cerita tentang Tuhan dan Guru di dalam dongeng-dongeng dalam sebuah masyarakat di belahan bumi nusantara ini. Misalkan saja dongeng ala rakyat India yang dinyanyikan dalam syair lagu, yang terjemahannya kira-kira seperti ini : “ Jika Tuhan muncul di depan saya dan Guru juga muncul di hadapan saya, kepada siapa saya harus membungkukkan badan..? Tentu saja saya akan membungkuk kepada Guru saya terlebih dulu. Tuhan tidak mempedulikan saya saat saya melewati lingkaran hidup dan mati ini. Tuhan telah melemparkan saya kedalam lautan penderitaan, tetapi Gurulah yang mengangkat saya keluar dari lautan itu. Dia menyelamatkan jiwa saya dan menuntun saya melewati badai kehidupan ini. Maka saya menyembah Guru saya.”
Tuhan Bisa kita KENAL lewat sang GURU..??
Ibu, TUHAN itu…??
Ibu, TUHAN itu…??
Ketika hujan gerimis mengguyur bumi kediamanku di Sore hari, membuat suasana lingkungan perumahan tempat saya dan keluarga berteduh seakan mengguyur dan menggelontor kepenatanku bekerja sepanjang hari. Seperti biasanya, kami berkumpul, bercengkerama di ruang keluarga sambil nonton TV kegemaranku pengetahuan “ Dunia Binatang “. Tak lama berselang kumandang adzan Mahgrib membuyarkan konsentrasiku dalam menikmati kehidupan satwa-satwa di padang sahara Afrika sekaligus menghentikan canda dan tawa kami sekeluarga. Bergegas saya ngeloyor ke kamar tuk “ Gelar Sajadah “ sembari diikutin putri kecilku yang masih 4 th dan baru belajar membaca dan menulis di TK kecil, sementara ibunya masih menyelesaikan sesuatu di kamar kecil.
SHALAT/DZIKIR KHUSU’ atau HIDUP KHUSU’…??
“Mintalah pertolongan kepada ALLAH dengan sholat dan sabar, sesungguhnya yang demikian itu sangat berat kecuali bagi orang yang khusuk”. “Yaitu yang meyakini (telah dan akan) /selalu bertemu dengan Rabbnya (Bos Alam Semesta) dan mereka yang menjadikan ALLAH sebagai rujukan setiap hal”
( QS. Al – Baqarah 45 – 46 )
Ibadah = Ngawulo = Melayani
Ibadah = Ngawulo = Melayani
Ibadah kepada Tuhan
Jika kita mendengar kata “ ibadah “, maka yang tertangkap oleh pikiran kita adalah bentuk tindakan ritual agama. Lalu, kalau ada orang yang tidak menjalankan ritual formal tersebut, kita akan katakan bahwa orang itu tidak “ beribadah “. Akibatnya, suburlah formalitas dalam kehidupan ini. Orang akan takut dicap atau dikatakan “ kafir “, maka rajinlah ia ketempat-tempat ibadah. Tetapi kezaliman dalam bentuk korupsi, manipulasi dan kong-kalikong, curiga terhadap orang lain yang tidak seide atau segolongan tetap langgeng dalam prakteknya. Orang lebih mementingkan “kesatuan ” daripada persatuan. Orang lebih suka terhadap “ keseragaman “ dari pada “ keberagaman “. Kalau ini yang terjadi, bukan ibadah yang subur tetapi merupakan bentuk ibadah upacara….!.
Mengenal DIRI, Mengenal Tuhan…??
Kariyan Santri Gundhul JELAJAH HIKMAH 81 Komentar
Tergelitik dengan komentarnya Kang Gempur dalam postingan saya dengan judul AKU…Sopo Ingsun…??. Begono Komentar Kang Gempur : “Man ‘Arafa Nafsahu, Faqad ‘Arafa Rabbahu “ Terjemahannya kira-kira demikian “ Barang siapa mengenal diri (sejati)nya, maka Dia akan mengenal Tuhannya ”. Konon menurut cerita-cerita neh…itu kata-kata para manusia pencerah ( Nabi/Rasul ) yang disarikan dalam bentuk sebuah Hadis. Yah…walaupun masih ada banyak perdebatan mengenai siapa sih sebenarnya yang mengucapkan kata-kata tersebut, tapi di kalangan pejalan Spiritual ( ruhani ) ujar-ujar seperti ini sangatlah popular dan menggema seolah menjadi Kunci pembuka untuk mengenal Sang Pencipta Alam Semesta Jagad raya ini.
Teka teki “Tapak Kuntul Mabur”
Teka teki “Tapak Kuntul Mabur”
Penasaran dengan teka-teki yang diberikan oleh burung Kuntul pada postingan saya terdahulu tentang Mengenal Diri…Mengenal Tuhan “ carilah jejak kakiku, ketika aku terbang “ membuat saya termotifasi untuk melakukan perjalanan melanglang buana menyelami samudera BATINKU yang paling dalam. Sedalam laut Bandakah…?? he..he..Dalam khasanah Jawa, terminologi AJARAN tentang HIDUP begitu banyak disampaikan oleh orang-orang bijak dalam bentuk tembang, serat-serat dan rata-rata membutuhkan penafsiran yang bukan bersandar pada AKAL dan PIKIRAN, melainkan dituntut adanya peran BATIN untuk menelanjangi dan memaknainya, ahhhg…masak sih…??. Bayangkan saja mana ada JEJAK kaki burung Kuntul ( Bangau ) ketika terbang…?? bisakah kita menemukan bekas jejaknya…?? Mari kita sama-sama saling merenungi sebuah pesan yang sangat syarat dengan HIKMAH dan MAKANA seperti yang disampaikan oleh Kali Jaga dalam bentuk metrum Dhandhang gulo seperti di bawah ini.
KHUSYU’ ataukah KUSUT
KHUSYU’ ataukah KUSUT
Saudara-saudaraku sekaliyan dalambenak ini ada yang begejolak MUNCRAT dan SEMBURAT begitu saja tanpa kuasa saya bendung gelegaknya. Ketimbang jadi BISUL ( Udun ) mendingan saya share saja di sini barang kali ada yang bisa memberikan gambaran dalam nuansa atau sudut pandang yang lain.
Begini nih …sebenarnya pengertian, INTI dan HAKEKAT dari pada KHUSYU’ ” itu terletak pada faktor PSIKHOLOGIS atau AGAMANYA…???. Lalu ESENSI daripada KHUSYU’ atau KUSUT itu sendiri terlihat dari RITUALNYA atau LAKUNYA..???.
Ngupadi Kasampurnaning URIP
Ngupadi Kasampurnaning URIP
Inilah kehidupan spiritual, yang berharap melalui tangan ‘kan menemukan ketercerahan mengulurkan kebaikan keseluruh penjuru semesta. Melalui telinga bisa mendengarkan bisikan terdalam yang hidup di jiwa alam. Melalui hati menemukan kedamaian. Melalui Mata ‘kan melihat Tuhan yang menyelinap di balik dedaunan dan seluruh wajah semesta alam.
Inilah SYARI’AT yang harus meng-AKAR kuat di jiwa, sebelum batang dan rantingnya mengajak tumbuh mencakar langit. Inilah dasar yang harus dihidupkan, bukannya dilalaikan, bahkan bukannya hal yang tak lagi dikenal setelah sang wajah mampu menyapa MATAHARI.
Ada BATANG dan RANTING yang menjadi lantaran bagi kehidupan Jiwa, inilah THARIQAT yang harus kita tempuh, jalan untuk menuju ladang-ladang pendakian yang lebih tinggi.
Ada HIJAU DEDAUNAN yang menampakkan bagi kehidupan akar dan batang. Ada HAQIQAT yang menjadi ciri dari kehidupan jiwa, setelah syari’at dan thariqat ia jalani.
Dan diatas semua itu, inilah BUNGA KEHARUMAN jiwa, puncak dari semuanya. Inilah MAKRIFAT yang tidak akan tumbuh selain dari akar yang kuat, dari ranting dan batang yang kokoh dan dari hijaunya dedaunan.
Ada KESEDERHANAAN untuk menjaga jarak dengan kehidupan duniawi, untuk menandakan bahwa jiwa tidak terikat akannya,..dan tak silau oleh gemerlapnya…” ILANG SAMUBARANG NGGEMBOL KADONYAN “.
Ada KEPASRAHAN yang harus di hidupkan yang akan menjadi pertanda bagi kehidupan RAGA dan URIP.
Ada KEARIFAN yang akan menyembulkan putik keindahan menyemarakkan kehidupan kesucian di wajah bumi.
Ada KESABARAN yang hendaknya dihidupkan ketika sadar perjalanan kehidupan ibarat roda yang senantiasa berputar, dan takkan ada manusia yang terhindar dari gilasannya. Hendaklah engkau selalu berada di porosnya.
Ada DUKA yang menemani SUKA, ada SUKA yang bersembunyi dibalik DUKA. Inilah dua sisi kehidupan yang hendaknya tidak diabaikan. karena inilah jiwa masih hidup, ketika disadari keduanya ada dalam SATU ATAP KEHENDAKNYA.
Ada KETERLEPASAN yang hendaknya kita kembalikan kepadaNya, ketika sadar perjalanan harus ditempuh, tidak lepas dari usaha2.
Ada PUTIK KEHARUMAN dibalik desah haru kita, menghantarkan kepada SANG KEKASIH dan menyerahkan sepenuhnya dalam jiwa kehendakNya.
Didalam dirimu terdapat sekuntum TERATAI SUCI, Sumber kebijaksanaan yang tiada batas. Kembangkanlah Welas asihmu dengan arif, maka kuntum Terataimu akan mekar.
Jangan sampaikan kepada dunia…,bahwa jiwamu telah mengetahui apa yang ada dibalik yang nampak, apa yang tersembunyi dikedalaman kalbu, tapi jadilah sebagaimana TERATAI yang tak menyadari keindahannya, dan tetap tinggal di kedalaman kolam.
Berhentilah mencari wahai JIWA,…berhentilah mendengarkan dan lalaikan telingamu dari sabda Sang GURU, karena GURU SEJATI itu kini ada di DIRI kita,…ada dialam semesta ini..Marilah bersamanya dan mengikuti KEHENDAKNYA,…yang ’kan tunjukkan padamu KeagunganNya. Lewat setiap wajah alam raya,…mengikuti Kehendak URIP yang abadi, memberikan pengadilan,… belajarlah darinya…, dari wajah yang dihamparkan olehNya,…wajah yang menyeratakan keheningan ditubuhnya.
Inilah SEJATINYA PERJALANAN, jangan berhenti jika belum merasakan kepedihan dan penderitaan. Jangan berhenti jika belum merasakan riak gelombang yang menghempaskan tubuhmu….
Menemukan HAKEKAT KEHIDUPAN, ibarat menemukan akar pohon, lalu menyiram air pada akar itu.
TEKUN dalam kesadaran akan URIP, lebih baik daripada sibuk dalam ber angan-angan akan GUSTI~TUHAN.
Jadilah Guru Atas Nasib Kita Sendiri
Jadilah Guru Atas Nasib Kita Sendiri
Kariyan Santri Gundhul JELAJAH HIKMAH 30 Komentar
Kita berada di sini untuk mencari harta benda yang terlupakan ini dan kita tidak akan pernah menyerah sampai kita menemukannya. Itulah sebabnya kenapa hidup kita tidak pernah puas karena kita senantiasa mengetahui ada sesuatu lainnya, sesuatu yang lebih agung daripada apa yang kita miliki saat ini. Kita bagaimanapun juga sering mengetahui bahwa kita bukanlah wadah ini, tubuh daging beserta tulang belulang ini, karena setelah apa yang kita namakan kematian, tubuh kita akan tetap di sana, tetapi kita tidak dapat bergerak. Kita tidak dapat melakukan apapun, kita tidak dapat mengasihi satu orangpun, kita tidak dapat membuka mulut kita, kita tidak dapat melakukan apapun juga…!
Itulah artinya kita bukanlah merupakan sang tubuh. Ada sesuatu yang bersemayam di dalam tubuh ini sehingga ia dapat bergerak dan bekerja pada waktu kita masih hidup. Sesuatu di dalam tubuh itu akan pergi jika kita mati, jadi kita tidak dapat menggerakkan peralatan tubuh kita. Sehingga, bagaimanapun juga kita mengetahuinya dalam lubuk hati kita yang dalam kita mengetahuinya. Ya, saya tahu! Saya tidak tahu jika saudara-saudaraku tahu. Tahukah kita? Saudaraku semua pasti tahu.
Itulah sebabnya adakalanya ketika Kita memiliki waktu, khususnya ketika Kita berada dalam kesulitan, Kita duduk dan tidak ingin bersama dengan siapapun…!!! hanya ingin sendirian. Lalu Kita berpikir, merenung dan kemudian Kita merasa lebih baik dan lebih baik, karena Kita pikir terdapat sesuatu di sana, sesuatu yang adakalanya menghibur kita dalam kesunyian. Saya sering seperti itu sebelum saya mengetahui pentingnya “ HENENG~HENING “ melalui Kontemplasi, Meditasi, Dzikir. Sehingga adakalanya ketika saya berada dalam kesedihan yang mendalam, sebelum saya mengetahui hal tersebut di atas, saya berdoa secara mendalam, hanya sendirian saja; tidak berdoa dengan nyaring, tetapi benar-benar meratap di batin. Lalu saya merasa seperti ada sesuatu yang mengangkatku ke atas, dan saya merasa begitu ringan dan begitu lega dan saya merasa tiada apapun yang perlu dirisaukan lagi. Itulah saatnya kita menyadari bahwa terdapat sesuatu yang lebih “ Agung “ dari hidup ini, sesuatu yang senantiasa berada di sana mendengarkan kita.
Kebanyakan kita berdoa, dan kita berkata bahwa kita tidak memperoleh jawaban. Hal tersebut karena kita tidak berdoa secara cukup mendalam. Itulah sebabnya kita memiliki lebih banyak jawaban ketika kita berada dalam kesedihan yang mendalam karena kita menjadi benar-benar tulus pada saat itu. Kita menembusi semua lapisan kemunafikan yang kita ciptakan dan kita menembusi kepalsuan Diri kita dan dengan seketika kita bersentuhan dengan Jati Diri.
Itulah saatnya kita memperoleh jawaban dari sang Sumber URIP melalui Jati Diri~URIP yang menggerakkan wadah kita, tubuh kita untuk berubah.
Guru itu adalah DIRI~URIP kita sendiri yang dalam perjalanannya selalu dibimbing oleh sang sumber URIP dengan “ Rahman dan Rahimnya ” yang tanpa batas.
Masalahnya adalah…Apatah kita mau BERUBAH~BERGERAK atau tidak…!!!???.
Sebagaimana Pasang-surutnya Samudera. Sebagaimana Gunung yang memuntahkan Laharnya. Sebagaimana Bumi yang bergolak dengan Gempanya. Itulah karakter dan sifat dasar Alam Semesta yang SEJATI~BAIK dan SABAR.
Jagad ALIT, Jagad AGENG
Jagad ALIT, Jagad AGENG
Katur dumateng sedoyo Kadang sinorowedi ingkang sampun kerso rawuh wonten Paseban santri Gundhul, mugiyo tansah pinaringan Karaharjan lan mugiyo Kalis nir Sambikolo wonten samubarang Tumindak~Langkah ugi Panjangkah.
Tulisan ini terinspirasi oleh beberapa Postingannya Kadang mas TONO yang selalu AJEG dalam dialognya dengan saudara kembarnya NOTO. Sungguh merupakan sebuah PITUTUR buat saya pribadi untuk pentingnya selalu MENELISIK ke dalam agar dalam kehidupan dan Penghidupan ini agar hendaknya kita selalu TETEKEN marang Suara dan Kehendak daripada sang URIP~HIDUP~BATIN~NURANI~JAGAD ALIT masing-masing di dalam DIRI kita….Smoga.
Alasan mengapa kita lupa akan tempat asal kita adalah karena kita terlalu tertarik kepada semua keindahan di sekeliling kita di dunia ini. Meskipun mereka itu ilusi, tetapi mereka sangat indah, sangat mempesona. Dapatkah kita bayangkan betapa lebih indah, betapa lebih mempesonanya dunia yang nyata? Semua yang ada di sini adalah tiruan dan bersifat FANA….! Dunia ini hanya tiruan, hanya refleksi atau bayangan dari dunia yang nyata. Seperti halnya cermin, bayangan diri kita di cermin merupakan refleksi dari diri kita yang sebenarnya; dan walaupun itu bayangan, tetapi tetap terlihat Ganteng/Cantik…heeeee.
Kita semua tahu bahwa alam semesta memiliki dua sisi….satu positif dan satu negatif. Kita juga tahu bahwa di alam semseta terdapat dua dunia. Satu adalah “ JAGAD ALIT “ dunia yang nyata, dan yang lainnya adalah “ JAGAD AGENG “ dunia ilusi yang fana. Kita semua pernah mendengar hal ini. Kita telah mendengar dari manusia-manusia pencerah melalui Kitab-Kitabnya bahwa Tanah “ Kristus, Muhammad, Budha ada di sini, anda dapat menemukannya di dalam diri kita sendiri. Kita semua mendengar dalam Alkitab apapun namanya : “ Kerajaan Allah berada di dekat kita…!!! Lihatlah…!!! Kerajaan Allah ada di dalam diri-mu…diri-ku…diri-kita.” Tetapi kita hanya sebatas mendengarnya saja! Kita bahkan tidak mempunyai waktu untuk berpikir, bagaimana cara kita menemukannya. Jika itu ada, kita harus dapat menemukannya. Ya, kita dapat melakukannya. Hanya ada dua dunia: satu di luar sebagai JAGAD AGENG, satu di dalam sebagai JAGAD ALIT. Satu nyata dan satunya lagi merupakan refleksi dari yang nyata.
Kita sudah mengetahui refleksi dari yang nyata, yaitu dunia fisik ini dimana kita hidup. Jadi hanya ada satu dunia lagi untuk dicari, yaitu dunia yang nyata atau dunia yang berada di dalam yakni “ JAGAD ALIT “ yang merupakan kabalikan dari dunia ini. Kedua dunia itu ada secara serentak. Jika kita melihat sisi itu, kita akan melihat refleksinya.
Jika kita melihat sisi terdalam, kita akan melihat dunia yang nyata. Itu sangat sederhana. Kita hanya perlu tahu ke mana kita harus mencari dan menemukannya. Seperti halnya kita mempunyai sebuah cermin. Ketika kita melihat ke cermin ini, kita melihat refleksi dari diri kita., hmmm..Ganteng/Cantik juga saya rupanya..haaaaa. Ya, Tuhan membuat banyak hal indah, termasuk diri kita..heeee…heeee. Baik, Andaikan kita Ganteng/Cantik, dan saat kita melihat ke cermin, kita berpikir bahwa kita Ganteng/Cantik. Tetapi kemudian, bayangan Ganteng/Cantik ini hanyalah refleksi dari diri kita. Jika kita terus melihat, melihat, dan melihat cermin sepanjang waktu dan merasa ” Ya Tuhan, siapa yang berada di dalam cermin itu, Ganteng/Cantik sekali adanya “, maka kita tidak akan pernah mengingat DIRI kita yang nyata ini. Itulah maksudnya.
Kita boleh saja menikmati bayangan dalam cermin, tetapi kita juga harus tahu bahwa DIRI kita sendiri diluar, nyata, bahkan lebih ganteng/cantik, lebih hidup, dan segala sesuatunya lebih berguna daripada yang ada di dalam cermin. Sama halnya, ada dua dunia. Satu di luar yang kita lihat di sini, dan yang satunya lagi di dalam. Sekali kita memejamkan mata kita dan tahu ke mana kita harus melihat atau mencari, maka kita bisa melihat dunia lain secara serentak yang lebih nyata, indah, bagus, bahagia dan abadi.
Dunia yang nyata ini akan membuat kita sangat puas dan bahagia hingga kita tidak peduli lagi akan pengaruh apapun yang berasal dari dunia luar. Kita tidak merasakan efeknya. Kita akan selalu merasa gembira karena kita tahu sesuatu yang sejati. Cermin ini keadaannya sekarang sedang baik, anda lihat? Ya, ini dalam keadaan baik. Tapi, kadang kala sesuatu terjadi! Cermin itu pecah…..ya, cermin itu jadi pecah. Ketika kita melihat pada cermin yang pecah ini, kita melihat semua wajah kita hancur…! Apakah kita harus menangis…? Apakah kita harus berpikir, “Oh Tuhan, kita tampak jelek”. Karena kita terlalu berkonsentrasi pada cermin ini. Tetapi, sekali kita melupakan cermin itu dan melihat kembali DIRI kita, maka kita akan berkata, “Oh, kita baik-baik saja, wajah kita tidak hancur, kita tidak terluka dimanapun, dan kita masih kelihatan Ganteng/Cantik”.
Itulah cara yang harus kita lakukan dengan dunia ini, dengan DIRI kita sendiri. Lihat kembali pada kenyataan, temukan segalanya di dalam kesempurnaan sejak dahulu… dan akan berlanjut selamanya dalam kesempurnaan. Lalu, kita tidak akan peduli ( gelisah, gundah gulana, merana ) meratapi bagaimana hancurnya dunia luar ini, bahwa itu hanyalah cermin …Kita tidak akan pernah kuatir apalagi ” GENTAR dan TAKUT “. Itulah sebabnya mengapa Para Suci yang tercerahkan selalu bahagia dan mereka selalu puas dalam situasi apapun. Apakah mereka memiliki banyak kekayaan atau tidak, mereka akan selalu merasa bahagia. Ini karena mereka mengetahui “ Jati Diri “ mereka yang sesungguhnya. Mereka mengetahui dunia yang sejati yang penuh dengan kemuliaan, kegemilangan, berkat dan kebahagiaan.
Terangnya dunia di dalam batin itu bagaikan sepuluh ribu kali cahaya matahari….” Nur Alan Nur “. Jadi inilah sebabnya ketika kita telah menemukan dunia sejati di dalam diri kita, yang kita sebut Kerajaan Tuhan, maka kita akan merasa puas, merasa terhibur dan tidak lagi merasa kesepian atau merasa tidak aman. Kita tidak lagi takut pada kematian atau bencana jenis apapun, karena kita tahu bahwa kita tidak akan pernah mati. Kita tahu ada suatu dunia yang miliaran kali lebih indah daripada dunia kita di sini, sehingga kita tidak takut kehilangan apapun.
Kita bahkan tidak takut kehilangan seluruh dunia atau harta benda apapun yang disebut sangat berharga bagi kita sebelum tercerahkan.
EGO-ku, EGO-mu, EGO-kita
Dalam menjalani kehidupan ini sering kali kita merasakan bahwa yang kita lakukan itu sebenarnya keinginan dari pada Ego, tetapi dengan mudah kita berkilah dan berdalih bahwa yang kita lakukan adalah merupakan panggilan Tuhan. Sering kita meneriak-neriakkan nama Tuhan, kita katakan dengan lantang, ” kita harus membela AgamaTuhan…!!”…Hiii..hii…emang AGAMANYA Tuhan apaan yah…??? Ada yang tahu gak…???. Tetapi sebenarnya semua itu dilakukan tanpa menyadari tak lain hanyalah karena desakan Ego. diri pribadi. Tuhan itu kan Maha Besar dan Maha Perkasa serta tak terkalahkan lagi, masa perlu dibela…?. Lah..kok jadi kebalik-balik yah…emang yang Maha Besar, Perkasa kite-kite apa Tuhan yah..??. Kalau Tuhan masih butuh PEMBELAAN kite-kite, ngapain kite harus berdoa minta ini dan itu sambil nyadhongkan tangan….heks..heks…
Yang perlu dibela dan dilindungi itu kan orang-orang yang lemah, baik lemah secara moril maupun meteriil.
Dengan enteng sekali kita menyebut-nyebut “Asma Allah “ padahal dalam menyebut itu kita tidak sadar bahwa itu semua karena dorongan hawa nafsu kita. Karena masih terbesit pamrih kepentingan pribadi maupun kepentingan golongan dan kelompok kita. Padahal sesungguhnya yang demikian itu karena Ego kita…!!!.
Masa ada sih orang menyebut nama Tuhan karena Ego…??. He..he..banyak…, banyak sekali kejadian-kejadian semacam ini yang secara tak sadar, bahwa apa yang mereka lakukan adalah karena dorongan Egonya. Sering kali kan…? kita melihatnya di TV bagaimana para demonstran dengan wajah-wajah menyeramkan sambil berteriak-teriak menyebut nama Tuhan.
Betapa mudah memang orang memanggil “ Allah…Allah “, namun sikap yang ditampakkan berlawanan dengan kelembutan Allah sendiri. Tuhan yang pengasih dan penyayang. Bukankah Tuhan mendahulukan kasih sayangnya ketimbang murka-Nya..??.
Banyak juga orang yang tidak mengenal Allah tetapi dengan gesit lagi lincah menyebut Asma-Nya namun hanya terhenti sebatas di bibir saja. Yang akibatnya bisa kita lihat bersama suatu kelompok keagamaan dengan tampilan lahiriah yang ditampak-tampakkan religius bak sekumpulan manusia bergamis, bersurban namun sayang dalam penerapan, aplikasi dan tindakan serta perbuatannya dalam kehidupan sama sekali tidak mencerminkan adanya kedamaian, kenyamanan dan kesejahteraan bagi orang-orang di sekeliling mereka..
Ego inilah yang banyak menghinggapi manusia seperti kita-kita ini dalam menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial masyarakat maupun dalam kehidupan beragama sekalipun. Dengan Ego ini jugalah bisa mencerai-beraikan rumah tangga, bangsa dan negara. Bila salah satu pihak berlaku Ego, maka ada pihak-pihak lain yang direndahkan atau dianggap sepele. Otoritas atau wewenang orang lain diambil alih, karena pemilik kewenangan itu dianggapnya tidak berdaya. Bahkan secara tak sadar otoritas Tuhanpun diambil alihnya dengan dalih dan kemasan yang dibungkus dengan nama Agama dan kelompok, golongan tertentu. Apalagi dengan teriakan-teriakan menyebut Asma Tuhan, mereka begitu cekatan dan gesitnya meneriakkan Asma Tuhan, namun perilakunya sama sekali tidak mencerminkan “ kelembutan Tuhan “.
Tuhan adalah Zat yang “ Wujud “ dan pasti ada-Nya yang senantiasa membimbing manusia menuju kehidupan yang baik. lurus dan benar. Tuhan itu ar-Rahman dan ar-Rahim, yang Maha Pemurah dan Penyayang. Agama yang datang di bawa para Nabi-Nabi atau RASUL memiliki misi untuk keselamatan dunia. Tentu saja termasuk juga untuk keselamatan manusia di dalamnya. Tetapi jika kita mau berbicara jujur, kita tahu bahwa banyak orang-orang yang merasa terancam keselamatannya oleh sekelompok orang dalam agama yang dianutnya. Disetiap agama selalu saja ada sekelompok orang yang merasa memiliki otoritas dalam memaksakan agama. Alasannya, orang tidak boleh dipaksa untuk memeluk suatu agama, namun kalau sudah masuk harus dipaksa…!.
Ini yang dinamakan orang sudah bersaing dengan Tuhan. Kejadian-kejadian yang seperti ini yang perlu untuk dicermati dan diluruskan agar dorongan Ego seseorang tidak disamakan dengan seruan Tuhan.
Jalmo Manungso
Kang sinebut JALMO MANUNGSO kuwi kasinungan :
- ROGO kang linambaran ” AKAL-PIKIRAN, EGO, NEPSU “
- ROH ( Sukma, Jiwa, Spirit, Urip atau sebutan dan istilah lain beserta penjelasan2nya ) kang manjing sajroning ROGO.
Sesungguhnya perjalanan HIDUP~URIP Jalmo Manungso itu sama. Dilahirkan, Dibesarkan, Menjalani kehidupan, sebagian besar KAWIN lalu menghasilkan ANAK~KETURUNAN, kemudian mejadi TUA, lantas MATI. Tak seorangpun yang betapa tinggi Pangkatnya, Derajadnya, sebesar apapun KEKUASAANNYA, berapapun KEKAYAANNYA, betapapun SUNDHUL LANGIT Ilmu Tauhidnya tak akan bisa mengelak dan SELAK dari perjalanan Hidup yang demikian itu.
Jikalau ada perbedaan, itu semua hanyalah masalah KEMBANGANNYA saja. Manusia sama-sama makan untuk mempertahankan HIDUP, yang satu makannya di Hotel berbintang, yang satunya makan di Warteg…
Manusia sama-sama BERPAKAIAN untuk melindungi tubuh dari cuaca. Yang satu memakai pakaian bermerek terkenal dan mahal sedangkan yang lain tanpa merek ( rombengan ) dan berharga murah.
Manusia sama-sama BERGERAK dari satu tempat ke tempat lain. Yang satu naik MOBIL sedangkan yang lain naik SEPEDA ONTHEL.
Perjalanan Jalmo Manungso tiu sesungguhnya menuju arah yang sama…yaitu selangkah demi selangkah mendekati KUBURAN….
RAGA yang bersifat Materiil akan kembali keasal mulanya menjadi tanah dan bersifat NAJIS.
ROH~HIDUP~URIP yang bersifat Immateriil bersifat KEKAL dan akan kembali kepada sang Sumber URIP. Jadi seyogjanya ROH~URIP~HIDUP jika setelah berpisah dengan ROGO semestinya kembali kepada asalmulanya yakni Tuhan dan tidak NGEMBORO.
URIP kuwi kuosone MOBAH lan POLAH, Lenggahe neng ROSO JATI. URIP memberikan petunjuk yang paling BAIK ” Becik ing Becik ” dan juga paling BENAR ” Bener ing Bener ” bagi setiap Jalmo Manungso.
Karena URIP itu berasal dari sang Sumber URIP yaitu URIP Kang Angelimputi, Ngobahake lan Nguwasani Jagad Dumadi sak isen-isene.
URIP kang WERUH…opo lan kepiye corone ROGO saben wektu kudu TUMINDAK BECIK lan PENER anggone BABRAYAN neng Jagad Dumadi supoyo Ayem, Tentrem, Kerto, Raharjo.
Tidak sedikit JALMO MANUNSO yang hidup sekarang ini, di jaman yang dikatakan maju, modern sekalipun dipenuhi oleh segala kebutuhan Materiilnya, bahkan Emosionalnya. ..namun kehilangan ” ROSO AYEM “. paling-paling hanya akan merasakan NIKMAT sebentar…. lalu hilang dan kemudian berusaha mengejar KENIKMATAN lagi…begitu. ..begono. ..beginu. … seterusnya.. .
Sifat-sifat PENGEJARAN yang demikian hanyalah akan membuat kehidupan tambah SAMSARA karena sifat pengejaran yang didasarkan kepada ” KEHENDAK ROGO “. Hal ini dikarenakan JALMO MANUNGSO pada melupakan, bahwa di dalam setiap DIRI ada HIDUP~URIP ( ROH ) yang selalu dibimbing oleh sang Sumber URIP dalam perjalanan.
HIDUP~URIP yang selalu dipaksa-paksa menuruti Kehendak ROGONYA ( Akal, Pikiran, Ego, Nepsu ) akan terbawa SALAH ARAH…… Pedahal tanpa HIDUP~URIP jelas-jelas ROGO takkan bisa berbuat apa-apa…alias NGGLEMPOH TANPO DOYO….atau menurut istilahnya Kang Boed WOLO-WOLO KUWOTO haaa..haaaa…Semestinya yang PAS~TEPAT adalah HIDUP~URIP lah yang menentukan arah dan langkah, sedangkan ROGO hanya mengikuti Kehendak sang URIP. Jadi HIDUP jalmo Manungso bakalan tidak SALAH ARAH untuk menuju kepada ASALNYA.
Akhirnya..kembali pada masing-masing tinggal DIPILIH…DIPILIH. …
Kita URIP~HIDUP dalam Kehidupan ini mau diperbudak RAGAWI yang tak pernah kenal puas dan selalu memiliki safat-sifat pengejaran dan harapan demi kepuasan RAGAWI yang pada akhirnya akan berujung pada KEKECEWAAN dan KESENGSARAAN ataukah RAGA yang kita gunakan untuk melayani KEHENDAK URIP~HIDUP demi mencapai KEBAHAGIAAN~KETENANGAN SEJATI.. …??.
Jika ingin merasakan KEBAHAGIAAN~KETENANGAN SEJATI, maka turutilah kehendak sang URIP~HIDUP mu. karena URIP~HIDUP lah yang tahu apa yang terbaik bagi DIRI masing-masing sebab URIP~HIDUP dalam perjalanannya akan selalu dibimbing sang Sumber URIP ( Tuhan ).
Hai JIWA~URIP~HIDUP~ROH yang TENANG.
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
APA ITU DOA
APA ITU DOA
Nyuwun ngapunten Poro Sanak Kadang-ku sedoyo, kok saya tiba-tiba saja tertarik untuk urun rembug babakan DOA yang dibicarakankan rekan-rekan dalam sebuah web Spiritual yah.
Anggep saja ibarat kita naik Gunung, Mas ” A ” lewat jalur Selatan, Kang ” B ” dari Utara lah… saya yang dari Timur ( Kalimantan Timur maksudne he..he..). Semua akan bercerita tentang Jalan yang dilaluinya nah…Pertanyaannya adalah Apakah interpretasinya SAMA..???. So bisa jadi sama dan bisa juga tidak sama kan..??, Tetapi yang terpenting adalah apakah perjalanan yang dilakukan semua telah sampai kepada PUNCAK Gunung atau tidak…??. gitcu kali kira-kira he..he..
Kita kembali kepada pokok persoalan tentang sebuah DOA. Mengambil referensi dari teks book Kitab Suci akan JANJI Tuhan “ BerDOAlah kamu, niscaya Aku kabulkan “. Nah permasalahannya terkadang Firman ini bisa menjadi SALAH KAPRAH bagi kita-kita yang belon memahami akan MAKNA yang TERSIRAT dari yang TERSURAT tersebut.
Doa ada yang menginterpretasikan PERMOHONAN, ada yang memahami PERMINTAAN dan ada lgi yang mengartikan PERBUATAN. Wis gak perlu dipermasalahkan istilah dan apapun namanya yah gak..yah gak..??. Yang utama adalah memahami INTI SARIPATINYA itu loh… yah Kan..?? HAKEKAT dari DOA itu apakah sudah kita ketahui dan telah kita PAHAMI serta merupakan sebuah PERSEPSI sang JIWA….??
Untuk njelentrekkan babakan DOA akan lebih pas dan cocok saja jika sebagai pancingan awalnya saya menganggap DOA adalah sebuah PERMINTAAN, permintaan kepada siapa..?? Tentu saja kepada Gusti Kang Hakaryo Jagad. Permintaan kepada sang PEMILIK, sebenarnya yang ada di dalam permintaan itu sebatas “ PERLINDUNGAN dan KEMUDAHAN “. Jadi, DOA TIDAK dimaksudkan untuk “ MELANGGAR HUKUM “ yang bekerja di Alam Semesta ini. Sebagai contoh : ber-DOA agar tidak merasa LAPAR, tidak mengalami KEMATIAN ( panjang umur ). Karena untuk menghilangkan RASA LAPAR kita harus segera cepat-cepat MAKAN. Untuk tidak mengalami KEMATIAN yah kita harus dapat mengembalikan Ingsun SEJATI kepada Pemilik-Nya.
Pada umumnya neh….
Orang ber-DOA biasanya hanya untuk memenuhi ajaran AGAMA. Sekadar untuk meringankan beban KEJIWAAN atau BATIN yang menindih dirinya. Mengapa saya katakan sebagai sekedar memenuhi ajaran Agama atau meringankan beban BATIN..??. Halah…halah…secara material, orang telah menyadari kok bahwa DOA tidak mendatangkan kebutuhan material yang diminta. Dan, dalam istilah Agama, banyak DOA yang tak terkabul pada kenyataannya. Ini secara material loh.
DOA tak terkabul karena hanya “ REFLEKSI “ dari sebuah tuntutan RAGA, Jasad Badan kasar kita semata. DOA tidak MAKBUL, tidak MUSTAJAB, karena hanya keluar dari manisnya bibir semata. DOA yang tidak terkabul ini, karena TIDAK TERLAHIR dari HATI terdalam ( Ingsun SEJATI ). Mohon maaf saja yah…Sejak Bangsa ini dilanda krisis, Bencana bersahutan tiada henti, sudah berapa kalikah SHOLAT TAUBAT, ISTIGHOSAH, DZIKIR AKBAR sampai-sampai Tokoh-tokoh pentholan 5 Agama kumpul jadi satu bergandengan tangan memanjatkan DOA bersama dengan ratusan ribu manusia. Bahkan jutaan yang ISLAM dah ber-DOA di Mekah sono, agar krisis, bencana segera berlalu…Tapi NYATANYA…??. Setan-setan yang dilempari batu di Mina ( lempar Jumroh ), kini malahan ngendhon di Nuswantoro ini..halah…halah…sekali lagi saya mohon maaf ( bukan bermaksud mencela, menghina ) tetapi lebih kepada WUJUD KARYA NYATA dan REALITAS bukan CARITAS di lapangann kok ndak ” konect ” gitcu loh…he..he….
Nah sekarang bagaimana DOA itu bisa MAKBUL…?? Agar MUSTAJAB…??. Yah mustinya sih kita-kita harus mencoba untuk MEMBERSIHKAN DIRI lahir maupun BATIN ( he..he..dah umum yah…) Tapi kongkretnya gimana yah..??
Kebersihan LAHIR menyangkut usaha LAHIRIAH untuk hidup BERSIH bersama-sama. Dalam bahasa POLITIKnya neh…Bangsa Indonesia harus bersih dari perilaku KORUPSI, KOLUSI, bersekongkol dalam ketidak jujuran. Karena KKN hanya akan membangkitkan “ Kekecewaan, Kekesalan, Kedengkian dan Kemarahan hati Masyarakat “ Nah dari sini akan mendorong timbulnya ENEG ( energi Negatif ) yang mungkin saja akan mengganggu KESEIMBANGAN alam semesta ini dengan tidak menampik akan bekerjanya PROSES Alam itu sendiri yang semakin tua ini. Kira-kira begitulah sasarannya.
Lah…membersihkan BATIN, yah..membersihkan HATI ini dari sifat-sifat IRI, DENGKI, MEMENTINGKAN DIRI SENDIRI, KIKIR, TAMAK, RAKUS dan KESOMBONGAN. Dalam prakteknya neh… klu ingin menjadi HAJI yang MABRUR, kita harus sanggup untuk ber ASSALAMU’ALAIKUM, ber WAROHMATULLAHI dan ber WABAROKATUH terhadap sesama makhluk. Disinilah manusia-manusia dituntut untuk mengucurkan HARTA benda sebagai KETERIKATAN, KEPEMILIKANNYA untuk dibagi-bagi kepada si miskin, si Kelaparan, si Kebodohan. Kita harus CANCUT TALI WONDO, menyingsingkan lengan baju dan berawe-rawe rantas, malang-malang putung untuk meringankan beban orang lain…!!. Jika hal seperti ini kita lakukan, meski secara fisik walaupun kita belon ber HAJI neh…tapi minimal kita sudah MABRUR duluan…!. halah..halah…sok weruh..!!.
Sebagai referensi, mohon ijinkan saya mencontek teks book salah satu sebuah Kitab Suci yah..yah…:
Tuhanmu berfirman, “ BerDOA lah kepada-Ku, niscaya Aku menerima DOA mu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri untuk melayani-Ku, mereka akan masuk jahanam dengan hina “ ( QS. 40: 60 ). Ayat ini menyatakan hubungan DOA dengan perkenan Tuhan :
PERTAMA, jelas sekali bahwa Tuhan mengabulkan orang yang ber DOA kepada-Nya yang tidak MENYOMBONGKAN DIRI dan hanya ber IBADAH kepada-Nya. Yang perlu kita ingat adalah IBADAH…tidak berarti semata-mata menjalankan RITUAL Agama, tetapi KOSONG dari MAKNA dari ibadah itu sendiri. IBADAH bagi saya neh…adalah WUJUD PENGHAMBAAN manusia kepada Tuhan. Yakni MELAYANI Tuhan. Melayani Tuhan…??? Halah…halah…piye toh maksudne iki…?? Tuhan kok dilayani lah wong Tuhan kuwi “ Tan keno kinyo ngopo je…??”.
He..he….santai dulu yah, saya tak nyumet Rokok kretek kesukaanku merek 234 buuull…buuulll…wuiiihh…beluk-e..bunder-bunder…rek-rek mumbul neng langit..
Melayani Tuhan kuwi berarti, yah melayani hamba-hambanya Tuhan…yah poro sedulur sapodho-padhane kuwi toh…Memberi makan yang kelaparan, memberi minum yang kehausan, memberikan pakaian yang kedinginan, mengbatkan siapa yang lagi sakit. Mengurangi penderitaan orang lain…
Lah seperti inilah ” WUJUD PENGHAMBAAN ” kita kepada Tuhan. Dan, inilah makna IBADAH yang sebenarnya.
KEDUA, Tuhan mengabulkan DOA orang-orang yang memenuhi permohonan-Nya dan tetap dalam keadaan BERIMAN. Sebagaimana dinukilkan pada QS.2:186,
“ Jika hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, Sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan orang-orang yang sungguh-sungguh ber DOA kepada-Ku. Hendaklah mereka ( yg berdoa itu ) memenuhi-Ku dan dalam keadaan ber IMAN kepada-Ku, agar mereka berada di jalan yang benar “
Jelas sekali bahwa yang disebutkan sebagai orang-orang yang ber DOA pada ayat tsb adalah hamba-hamba yang ber DOA. HAMBA atau umumya ABDI, BATUR, JONGOS adalah statusnya sebagai PELAYAN…!! Pelayan siapa…?? yah..pelayan Tuhan itu kan..?? Orang-orang yang memenuhi seruan Tuhan dalam keadaan BERIMAN. Dengan kata lain, yah mengerjakan KEBAJIKAN dengan BAIK dan TULUS tanpa PAMRIH…!! Ketulusan itu sendiri sangat menyentuh INTI KEMANUSIAAN. Oleh karena itu DOA orang-orang yang memberikan PELAYANAN inilah yang didengar Tuhan. Bagi masyarakat yang saling memberi, DOA-DOA yang mereka panjatkan Ibrat Laut, deru ombak mereda. Airnya menjadi tenang dan jernih. Hati yang tenang dan PIKIRAN yang BERSIH, JERNIH membuat DOA yang dipanjatkan TERKONSENTRASI. Daya dari pengucapan DOA bangkit dan menjadi NYATA, maka datanglah REZEKI yang datangnya tak disangka-sangka.
Yah…yah…DOA adalah BEKERJA…MELAYANI…
BEKERJA, BERBUAT, BERTINDAK dan MELAYANI DIRI sendiri dan orang lain…itulah HAKEKAT dari sebuah DOA.
Hik…jadi inget ceritanya Nabi NUH yang ber DOA meminta kepada Tuhan agar Tuhan dapat menyelamatkan Anak dan Isterinya yang gak sempat selamat naik perahu. Apa kata Tuhan…??
“ Hai Nuh JANGANLAH Engkau ber DOA, apabila engkau TIDAK tahu HAKEKAT sebuah DOA “
Modiaaaaaaaarrr kowe Nuh…mangkane to yen ndongo ojo asal NJEPLAK wae lah…mikir nggo kesengane dhewe wae sih…
halah..halah…sok weruh maneh…Wadah…aku kok sok KEMERUH je…??.
Jadi, kesimpulannya…terserah….poro sanak Kadang MELAKONI sebuah DOA itu seperti apa bentuknya. Mo cuman “ ndremimil “ sambil KOMAT KAMIT hanya sebatas di manisnya bibir meminta-minta sambil “ NYADHONGKAN tangan “ koyo cah cilik nyuwun ” permen karet ” karo Bapakne, ben sampek lambemu NDOWER tanpa ada proses dan LAKU opo yoh biso…?? Ataukah pilih ber DOA dalam artian sebuah bentuk dalam ” wujud karya nyata ” berupa AKSI, BERBUAT, BERTINDAK dan MELAYANI sang DIRI juga orang lain sapodho-padhane makhluk…??
Monggo…monggo…silahkan PILIH, wong wis podho TUWEK-E kok, ayo podho golek dalan dhewe-dhewe…..
SERAT KALATIDHO
Salah satu karya besar dari RADEN Mas Ngabehi Ronggowarsito, Serat Kalatidha yang berisi gambaran zaman penjajahan yang disebut “zaman edan”.Lahir pada 15 Maret 1802 dengan nama asli Bagus Burham. Ayahnya seorang carik Kadipaten Anom yang bernama Raden Mas Pajangswara. Ibunya Raden Ayu Pajangswara merupakan keturunan ke-9 Sultan Trenggono dari Demak.Pada 24 Desember 1873, meninggal dunia dengan tenteram. Tempat peristirahatan terakhirnya terletak di Palar, sebuah desa kecil di wilayah Klaten.
Mangka darajating praja
Kawuryan wus sunyaturi
Rurah pangrehing ukara
Karana tanpa palupi
Atilar silastuti
Sujana sarjana kelu
Kalulun kala tida
Tidhem tandhaning dumadi
Ardayengrat dene karoban rubedaKeadaan negara waktu sekarang, sudah semakin merosot.
Situasi (keadaan tata negara) telah rusah, karena sudah tak ada yang dapat diikuti lagi. Sudah banyak yang meninggalkan petuah-petuah/aturan-aturan lama.
Orang cerdik cendekiawan terbawa arus Kala Tidha (jaman yang penuh keragu-raguan).
Suasananya mencekam. Karena dunia penuh dengan kerepotan.
Ratune ratu utama
Patihe patih linuwih
Pra nayaka tyas raharja
Panekare becik-becik
Paranedene tan dadi
Paliyasing Kala Bendu
Mandar mangkin andadra
Rubeda angrebedi
Beda-beda ardaning wong saknegara
Sebenarnya rajanya termasuk raja yang baik,
Patihnya juga cerdik, semua anak buah hatinya baik, pemuka-pemuka masyarakat baik,
namun segalanya itu tidak menciptakan kebaikan.
Oleh karena daya jaman Kala Bendu.
Bahkan kerepotan-kerepotan makin menjadi-jadi.
Lain orang lain pikiran dan maksudnya.
Katetangi tangisira
Sira sang paramengkawi
Kawileting tyas duhkita
Katamen ing ren wirangi
Dening upaya sandi
Sumaruna angrawung
Mangimur manuhara
Met pamrih melik pakolih
Temah suka ing karsa tanpa wiweka
Waktu itulah perasaan sang Pujangga menangis, penuh kesedihan, mendapatkan hinaan dan malu, akibat dari perbuatan seseorang.
Tampaknya orang tersebut memberi harapan menghibur
sehingga sang Pujangga karena gembira hatinya dan tidak waspada.
Dasar karoban pawarta
Bebaratun ujar lamis
Pinudya dadya pangarsa
Wekasan malah kawuri
Yan pinikir sayekti
Mundhak apa aneng ngayun
Andhedher kaluputan
Siniraman banyu lali
Lamun tuwuh dadi kekembanging beka
Persoalannya hanyalah karena kabar angin yang tiada menentu.
Akan ditempatkan sebagai pemuka tetapi akhirnya sama sekali tidak benar, bahkan tidak mendapat perhatian sama sekali.
Sebenarnya kalah direnungkan, apa sih gunanya menjadi pemuka/pemimpin ?
Hanya akan membuat kesalahan-kesalahan saja.
Lebih-lebih bila ketambahan lupa diri, hasilnya tidak lain hanyalah kerepotan.
Ujaring panitisastra
Awewarah asung peling
Ing jaman keneng musibat
Wong ambeg jatmika kontit
Mengkono yen niteni
Pedah apa amituhu
Pawarta lolawara
Mundhuk angreranta ati
Angurbaya angiket cariteng kuna
Menurut buku Panitisastra (ahli sastra), sebenarnya sudah ada peringatan.
Didalam jaman yang penuh kerepotan dan kebatilan ini, orang yang berbudi tidak terpakai.
Demikianlah jika kita meneliti. Apakah gunanya meyakini kabar angin akibatnya hanya akan menyusahkan hati saja. Lebih baik membuat karya-karya kisah jaman dahulu kala.
Keni kinarta darsana
Panglimbang ala lan becik
Sayekti akeh kewala
Lelakon kang dadi tamsil
Masalahing ngaurip
Wahaninira tinemu
Temahan anarima
Mupus pepesthening takdir
Puluh-Puluh anglakoni kaelokan
Membuat kisah lama ini dapat dipakai kaca benggala,
guna membandingkan perbuatan yang salah dan yang betul.
Sebenarnya banyak sekali contoh -contoh dalam kisah-kisah lama, mengenai kehidupan yang dapat mendinginkan hati, akhirnya “nrima” dan menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan. Yah segalanya itu karena sedang mengalami kejadian yang aneh-aneh.
Amenangi jaman edan
Ewuh aya ing pambudi
Milu edan nora tahan
Yen tan milu anglakoni
Boya kaduman melik
Kaliren wekasanipun
Ndilalah karsa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lawan waspada
Hidup didalam jaman edan, memang repot.
Akan mengikuti tidak sampai hati, tetapi kalau tidak mengikuti geraknya jaman
tidak mendapat apapun juga. Akhirnya dapat menderita kelaparan.
Namun sudah menjadi kehendak Tuhan. Bagaimanapun juga walaupun orang yang lupa itu bahagia namun masih lebih bahagia lagi orang yang senantiasa ingat dan waspada.
Semono iku bebasan
Padu-padune kepengin
Enggih mekoten man Doblang
Bener ingkang angarani
Nanging sajroning batin
Sejatine nyamut-nyamut
Wis tuwa arep apa
Muhung mahas ing asepi
Supayantuk pangaksamaning Hyang Suksma
Segalanya itu sebenarnya dikarenakan keinginan hati. Betul bukan ? Memang benar kalau ada yang mengatakan demikian.
Namun sebenarnya didalam hati repot juga. Sekarang sudah tua, apa pula yang dicari. Lebih baik menyepi diri agar mendapat ampunan dari Tuhan.
Beda lan kang wus santosa
Kinarilah ing Hyang Widhi
Satiba malanganeya
Tan susah ngupaya kasil
Saking mangunah prapti
Pangeran paring pitulung
Marga samaning titah
Rupa sabarang pakolih
Parandene maksih taberi ikhtiyar
Lain lagi bagi yang sudah kuat. Mendapat rakhmat Tuhan.
Bagaimanapun nasibnya selalu baik.
Tidak perlu bersusah payah tiba-tiba mendapat anugerah.
Namun demikian masih juga berikhtiar.
Sakadare linakonan
Mung tumindak mara ati
Angger tan dadi prakara
Karana riwayat muni
Ikhtiyar iku yekti
Pamilihing reh rahayu
Sinambi budidaya
Kanthi awas lawan eling
Kanti kaesthi antuka parmaning Suksma
Apapun dilaksanakan. Hanya membuat kesenangan pokoknya tidak menimbulkan persoalan.
Agaknya ini sesuai dengan petuah yang mengatakan bahwa manusia itu wajib ikhtiar,
hanya harus memilih jalan yang baik.
Bersamaan dengan usaha tersebut juga harus awas dan
waspada agar mendapat rakhmat Tuhan.
Ya Allah ya Rasulullah
Kang sipat murah lan asih
Mugi-mugi aparinga
Pitulung ingkang martani
Ing alam awal akhir
Dumununging gesang ulun
Mangkya sampun awredha
Ing wekasan kadi pundi
Mula mugi wontena pitulung Tuwan
Ya Allah ya Rasulullah, yang bersifat murah dan asih,
mudah-mudahan memberi pertolongan kepada hambamu disaat-saat menjelang akhir ini.
Sekarang kami telah tua, akhirnya nanti bagaimana.
Hanya Tuhanlah yang mampu menolong kami.
Sageda sabar santosa
Mati sajroning ngaurip
Kalis ing reh aruraha
Murka angkara sumingkir
Tarlen meleng malat sih
Sanityaseng tyas mematuh
Badharing sapudhendha
Antuk mayar sawetawis
BoRONG angGA saWARga meSI marTAya
Mudah-mudahan kami dapat sabar dan sentosa,
seolah-olah dapat mati didalam hidup.
Lepas dari kerepotan serta jauh dari keangakara murkaan.
Biarkanlah kami hanya memohon karunia pada MU agar mendapat ampunan sekedarnya.
Kemudian kami serahkan jiwa dan raga dan kami.
Karya : Kang Indra – Banyuwangi
SERAT SABDO JATI
Serat SABDO JATI. RADEN Mas Ngabehi Ronggowarsito. Demikian nama salah seorang pujangga terkenal yang pernah menorehkan jejak gemilang dalam kesusastraan Jawa di abad 19. Namanya senantiasa dikenang sebagai pujangga besar yang karya-karyanya tetap abadi hingga kini.
Dari tangan pujangga asal Keraton Surakarta ini lahir berbagai karya sastra bermutu tinggi yang sarat nilai kemanusiaan. Buku-bukunya antara lain membahas falsafah, ilmu kebatinan, primbon, kisah raja, sejarah, lakon wayang, dongeng, syair, adat kesusilaan, dan sebagainya. Namun sebagian masyarakat Jawa, terutama rakyat jelata, sering mengidentikkan Ronggowarsito dengan karangan-karangan yang memadukan kesusastraan dengan ramalan yang penuh harapan, perenungan dan perjuangan.
Dilahirkan pada 15 Maret 1802 dengan nama asli Bagus Burham. Ayahnya seorang carik Kadipaten Anom yang bernama Raden Mas Pajangswara. Ibunya Raden Ayu Pajangswara merupakan keturunan ke-9 Sultan Trenggono dari Demak.
Bakat dan keahliannya dalam bidang kesusastraan semakin terasah dengan bimbingan kakeknya Raden Tumenggung Sastronegoro. Semenjak kecil, ia dibekali ajaran Islam dan pengetahuan yang bersandar pada ajaran kejawen, Hindu, Budha, serta ilmu kebatinan.
Karya-karya besarnya yang terkenal sampai saat ini adalah Serat Kalatidha yang berisi gambaran zaman penjajahan yang disebut “zaman edan”. Ada kitab Jaka Lodhang yang berisi ramalan akan datangnya zaman baik, serta Sabdatama yang berisi ramalan tentang sifat zaman makmur dan tingkah laku manusia yang tamak.Menjelang akhir hayatnya, Ronggowarsito menulis buku terakhir Sabdajati yang di antaranya berisi ramalan waktu kematiannya sendiri. Buku ini pun berisi ucapan perpisahan dan permohonan pamit karena Ki Pujangga akan segera meninggalkan dunia fana ini.
Pada 24 Desember 1873, pujangga besar dari tanah Jawa itu meninggal dunia dengan tenteram. Tempat peristirahatan terakhirnya terletak di Palar, sebuah desa kecil di wilayah Klaten-Jogjakarta.
Hawya pegat ngudiya Ronging budyayu
Margane suka basuki
Dimen luwar kang kinayun
Kalising panggawe sisip
Ingkang taberi prihatos
Jangan berhenti selalulah berusaha berbuat kebajikan,
agar mendapat kegembiraan serta keselamatan serta tercapai segala cita-cita,
terhindar dari perbuatan yang bukan-bukan, caranya haruslah gemar prihatin.
Ulatna kang nganti bisane kepangguh
Galedehan kang sayekti
Talitinen awya kleru
Larasen sajroning ati
Tumanggap dimen tumanggon
Dalam hidup keprihatinan ini pandanglah dengan seksama,
intropeksi, telitilah jangan sampai salah, endapkan didalam hati, agar mudah menanggapi sesuatu.
Pamanggone aneng pangesthi rahayu
Angayomi ing tyas wening
Eninging ati kang suwung
Nanging sejatining isi
Isine cipta sayektos
Dapatnya demikian kalau senantiasa mendambakan kebaikan,
mengendapkan pikiran, dalam mawas diri sehingga seolah-olah hati ini kosong namun sebenarnya akan menemukan cipta yang sejati.
Lakonana klawan sabaraning kalbu
Lamun obah niniwasi
Kasusupan setan gundhul
Ambebidung nggawa kendhi
Isine rupiah kethon
Segalanya itu harus dijalankan dengan penuh kesabaran.
Sebab jika bergeser (dari hidup yang penuh kebajikan)
akan menderita kehancuran. Kemasukan setan gundul,
yang menggoda membawa kendi berisi uang banyak.
Lamun nganti korup mring panggawe dudu
Dadi panggonaning iblis
Mlebu mring alam pakewuh
Ewuh mring pananing ati
Temah wuru kabesturon
Bila terpengaruh akan perbuatan yang bukan-bukan,
sudah jelas akan menjadi sarang iblis, senantiasa mendapatkan kesulitas-kesulitan, kerepotan-kerepotan, tidak dapat berbuat dengan itikad hati yang baik,
seolah-olah mabuk kepayang.
Nora kengguh mring pamardi reh budyayu
Hayuning tyas sipat kuping
Kinepung panggawe rusuh
Lali pasihaning Gusti
Ginuntingan dening Hyang Manon
Bila sudah terlanjur demikian tidak tertarik terhadap perbuatan yang menuju kepada kebajikan. Segala yang baik-baik lari dari dirinya, sebab sudah diliputi perbuatan dan pikiran yang jelek.
Sudah melupakan Tuhannya. Ajaran-Nya sudah musnah berkeping-keping.
Parandene kabeh kang samya andulu
Ulap kalilipen wedhi
Akeh ingkang padha sujut
Kinira yen Jabaranil
Kautus dening Hyang Manon
Namun demikian yang melihat, bagaikan matanya kemasukan pasir, tidak dapat membedakan yang baik dan yang jahat, sehingga yang jahat disukai dianggap utusan Tuhan.
Yeng kang uning marang sejatining dawuh
Kewuhan sajroning ati
Yen tiniru ora urus
Uripe kaesi-esi
Yen niruwa dadi asor
Namun bagi yang bijaksana, sebenarnya repot didalam pikiran
melihat contoh-contoh tersebut. Bila diikuti hidupnya akan
tercela akhirnya menjadi sengsara.
Nora ngandel marang gaibing Hyang Agung
Anggelar sakalir-kalir
Kalamun temen tinemu
Kabegjane anekani
Kamurahane Hyang Manon
Itu artinya tidak percaya kepada Tuhan, yang menitahkan bumi dan langit, siapa yang berusaha dengan setekun-tekunnya akan mendapatkan kebahagiaan. Karena Tuhan itu Maha Pemurah adanya.
Hanuhoni kabeh kang duwe panuwun
Yen temen-temen sayekti
Dewa aparing pitulung
Nora kurang sandhang bukti
Saciptanira kelakon
Segala permintaan umatNya akan selalu diberi, bila dilakukan dengan setulus hati.
Tuhan akan selalu memberi pertolongan, sandang pangan tercukupi segala cita-cita dan kehendaknya tercapai.
Ki Pujangga nyambi paraweh pitutur
Saka pengunahing Widi
Ambuka warananipun
Aling-aling kang ngalingi
Angilang satemah katon
Sambil memberi petuah Ki Pujangga juga akan membuka selubung yang termasuk rahasia Tuhan, sehingga dapat diketahui.
Para jalma sajroning jaman pakewuh
Sudranira andadi
Rahurune saya ndarung
Keh tyas mirong murang margi
Kasekten wus nora katon
Manusia-manusia yang hidup didalam jaman kerepotan,
cenderung meningkatnya perbuatan-perbuatan tercela,
makin menjadi-jadi, banyak pikiran-pikiran yang tidak berjalan
diatas riil kebenaran, keagungan jiwa sudah tidak tampak.
Katuwane winawas dahat matrenyuh
Kenyaming sasmita sayekti
Sanityasa tyas malatkunt
Kongas welase kepati
Sulaking jaman prihatos
Lama kelamaan makin menimbulkan perasaan prihatin, merasakan ramalan tersebut,
senantiasa merenung diri melihat jaman penuh keprihatinan tersebut.
Waluyane benjang lamun ana wiku
Memuji ngesthi sawiji
Sabuk tebu lir majenum
Galibedan tudang tuding
Anacahken sakehing wong
Jaman yang repot itu akan selesai kelak bila sudah mencapat tahun 1877
(Wiku=7, Memuji=7, Ngesthi=8, Sawiji=1. Itu bertepatan dengan tahun Masehi 1945).
Ada orang yang berikat pinggang tebu perbuatannya seperti orang gila, hilir mudik menunjuk kian kemari, menghitung banyaknya orang.
Iku lagi sirap jaman Kala Bendu
Kala Suba kang gumanti
Wong cilik bisa gumuyu
Nora kurang sandhang bukti
Sedyane kabeh kelakon
Disitulah baru selesai Jaman Kala Bendu. Diganti dengan jaman Kala Suba.
Dimana diramalkan rakyat kecil bersuka ria, tidak kekurangan sandang dan makan seluruh kehendak dan cita-citanya tercapai.
Pandulune Ki Pujangga durung kemput
Mulur lir benang tinarik
Nanging kaseranging ngumur
Andungkap kasidan jati
Mulih mring jatining enggon
Sayang sekali “pengelihatan” Sang Pujangga belum sampai selesai, bagaikan menarik benang dari ikatannya.
Namun karena umur sudah tua sudah merasa hampir
datang saatnya meninggalkan dunia yang fana ini.
Amung kurang wolung ari kang kadulu
Tamating pati patitis
Wus katon neng lokil makpul
Angumpul ing madya ari
Amerengi Sri Budha Pon
Yang terlihat hanya kurang 8 hari lagi, sudah sampai waktunya, kembali menghadap Tuhannya. Tepatnya pada hari Rabu Pon.
Tanggal kaping lima antarane luhur
Selaning tahun Jimakir
Taluhu marjayeng janggur
Sengara winduning pati
Netepi ngumpul sak enggon
Tanggal 5 bulan Sela
(Dulkangidah) tahun Jimakir Wuku Tolu,
Windu Sengara (atau tanggal 24 Desember 1873)
kira-kira waktu Lohor, itulah saat yang ditentukan
sang Pujangga kembali menghadap Tuhan.
Cinitra ri budha kaping wolulikur
Sawal ing tahun Jimakir
Candraning warsa pinetung
Sembah mekswa pejangga ji
Ki Pujangga pamit layoti
Karya ini ditulis dihari Rabu tanggal 28 Sawal tahun Jim, akhir 1802.
(Sembah=2, Muswa=0, Pujangga=8, Ji=1) bertepatan dengan tahun masehi 1873).
SULUK SUJINAH MENGAJARKAN JUGA BUDI PEKERTI
Salah satu kitab suluk yang mengajarkan pendidikan budi pekerti adalah “ SULUK SUJINAH MENGAJARKAN JUGA BUDI PEKERTI “.
Seperti lazimnya jenis kitab-kitab suluk, Suluk sujinah dituangkan dalam bentuk dialog, antara Syekh Purwaduksina dengan istrinya Dyah Ayu Sujinah mengenai asal asal mula, kewajiban, tujuan, dan hakikat hidup menurut agama Islam, khususnya ajaran tasawuf. Diterangkan juga tahap-tahap yang harus dilalui manusia dalam upayanya agar bisa luluh kembali kepada Tuhan. Tidak mudah untuk menemukan pendidikan budi pekerti dalam Suluk Sujinah yang sebagaian besar isinya membentangkan masalah jati diri manusia, apa saja yang akan dialami anak manusia menjelang dan sesudah mati, Dzat Yang Kekal dan lain-lain, hal yang tidak mudah dipahami, karena dituangkan dalam bahasa yang sarat lambang.
Di bawah ini ungkapan beberapa bait yang berisi pendidikan budi pekerti dalam Suluk Sujinah sebagai berikut :
Sifat Perbuatan Lahiriyah Agampang janma sembayang, nora angel wong angaji, pakewuhe wong agesang, angadu sukma lan jisim, salang surup urip, akeh wong bisa celathu, sajatine tan wikan, lir wong dagang madu gendhis, iya iku wong kandheng ahli sarengat.
Terjemahan :
Adalah mudah manusia sembahyang, tidaklah sesulit orang memuji, rintangan hidup adalah mengadu sukma dan tubuh, salah paham kehidupan, banyak orang bisa bicara, nyatanya tidak mengetahui, sperti orang berdagang madu gula, orang yang terhenti sebagai ahli syariat.
Sang Dyah kasmaran ing ngelmi, tan nyipta pinundhut garwa, amaguru ing batine, kalangkung bekti ing priya.
Terjemahan :
Si cantik gemar belajar ilmu, tidak mengira akan diperistri, dalam hati ia berguru dan sangat berbakti kepada suami.
Mung tuwan panutan ulun, pangeran dunya ngakerat.
Terjemahan :
Hanya tuan yang kuanut, pujaan di dunia dan akhirat.
Ping tiga ran bayuara, ya tapaning estri ingkang utami, lire bangkit nyaring tutur, rembuge pawong sanak, tan ………, kang tinekadken ing driya, pituturing guru laki.
Terjemahan :
Ketiga disebut banyuara, yakni tapa istri utama, artinya mampu menyaring kata, tutur kata sanak saudara, tidak mudah mematuhi dan meiru, dalam hati hanya bertekad mematuhi nasehat suami.
Dyah Ayu Sujinah lon aturnya, adhuh tuwan nyuwun sihnya sang yogi, tan darbe guru lyanipun, kajawi mung paduka, dunya ngakir tuwan guru laki ulun.
Terjemahan :
Dyah Ayu Sujinah berkata perlahan, “aduhai, aku mohan belas kasihan, aku tidak mempunyai guru lain, kecuali hanya paduka, di dunia dan akhirat, tuanlah guruku”.
Dyah Ayu Sujinah umatur ngabekti, langkung nuwun pangandika tuwan, kapundhi ing jro kalbune, dados panancang emut, karumatan sajroning budi.
Terjemahan :
Dyah Ayu Sujinah berkata dengan hormat, “sangat berterimakasih atas penjelasanmu, kuingat dalam hati baik-baik, dan kulakukan”. Seseorang yang hanya terhenti pada tahap syariat diibaratkan sebagai berdagang madu gula. Dalam mengarungi samudera kehidupan, manusia pasti akan mengalami berbagai rintangan yang tidak cukup diatasi dengan banyak bicara saja tanpa disertai laku amal. Dalam hubungan suami istri, dilukiskan bahwa keutamaan seorang istri ialah wajib setia bakti patuh kepada suami. Suami diibaratkan sebagai guru yang harus dianut tanpa kecuali, dan sebagai pujaan di dunia dan akhirat.istri yang dipandang utama ialah istri yang mampu menyaring tutur kata orang lain, tidak mudah terpengaruh siapapun, hanya patuh dan tunduk kepada nasihat suami. Mati Dalam hidup Laku ahli tarikat, ibarat mati di dalam hidup, semata-mata hanya mematuhi kehendak Tuhan. Kemudia dijelaskan tentang empat macam tapa, yaitu tapa ngeli : “berserah diri dan mematuhi sembarang kehendak Tuhan, tapa geniara : “tidak sakit hati apabila dipercakapkan orang”, tapa banyuara : “mampu menyaring kata dan tutur kata sanak saudara, tidak terpengaruh orang lain, hanya mematuhi nasehat suami”, dan tapa Ngluwat : “tidak membanggakan kebaikan, jasa maupun amalanya”. Terhadap sesama selalu bersikap rendah hati dan tidak gemar cekcok, lagi pula ia menyadari bahwa setiap harinya manusia selalu harus pandai-pandai memerangi gejolak hawa nafsu yang akan menjerumuskan dalam kesesatan. Mempunyai pengertian yang mendalam bahwa pada hakikatnya manusia sebagai makhluk Tuhan, adalah sama, setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Lakune ahli tarikat, atapa pucuking wukir, mungguh Hyang Suksma parenga, amati sajroning urip, angenytaken ragi, suwung tan ana kadulu, mulane amartapa, mrih punjul samining janmi, wus mangkana kang kandheg aneng tarekat.
Terjemahan :
Laku ahli tirakat adalah bertapa di puncak gunung, sekiranya Tuhan meridhoi mati di dalam hidup, menghanyutkan diri, kosong tidak ada yang terlihat, oleh karena itu bertapa agar melebihi sesamayan, demikianlah barang siapa yang terhenti pada tarikat.
Dhihing ingkang aran tapa, iya ngeli lire pasrah ing Widi, apa karsane Hyang Agung, iya manut kewala, kadya sarah kang aneng tengahing laut, apa karsaning Pangeran, manungsa darma nglakoni.
Terjemahan :
Pertama, yang disebut tapa ngeli yakni, mengahayutkang diri, artinya berserah diri kepada Tuhan, sebarang kehendak-Nya patuhi sajalah, ibarat sampah di tengah laut, sebarang kehendak Tuhan manusia hanya pelaksana semata.
Ping kalih kang aran tapa , geniara adadi laku ugi, ana dene artinipun, malebu dahana, lire lamun kabrangas ing ujar …. den ucap ing tangga, apan ta nora sak serik.
Terjemahan :
Kedua, yang disebut tapa geniara menjadi laku juga, adapun artinya ialah masuk kedlam api, maksudnya jika terbakar oleh kata-kata dan dipercakapkan tetangga tidak sakit hati.
Ping tiga ran bayuara, ya tapaning estri ingkang utami, lire bangkit nyaring tutur, rembuge pawong sanak, tan gumampang anggugu, kang tinekadken ing driya, pituturing guru laki.
Terjemahan :
Ketiga, disebut banyuara, yakni tapanya istri utama, artinya mampu menyaring kata-kata atau tutur kata sanak saudara, tidak mudah mengikuti dan meniru orang lain, dalam hati bertekad mematuhi nasehat suami.
Tapa kang kaping sekawan, tapa ngluwat mendhem sajroning bumi, mengkene ing tegesipun, aja ngatonken uga, marang kabecikane dhewe puniku, miwah marang ngamalira, pendhemen dipun arumit.
Terjemahan :
Tapa yang keempat adalah tapa ngluwat, memendam diri di dalam tanah, beginilah maksudnya ; jangan memperlihatkan juga kebaikan diri sendiri, demikian pula amalmu pemdamlah dalam-dalam.
Lawan malih yayi sira, dipun andhap asor marang sasami, nyingkirana para padu, utamane kang lampah, tarlen amung wong bekti marang Hyang Agung, iku lakuning manungsa, kang menang perang lan iblis.
Terjemahan :
Lagi pula dinda, bersikaplah rendah hati terhadap sesama, jauhilah sifat gemar cekcok, seyogyanya laku itu tiada lain hanya hanya berbakti kepada Tuhan Yang Maha Agung, itulah laku manusia yang menang berperang dengan iblis.
Iku benjang pinaringan, ganjaran gung kang menang lawan iblis, langkung dening adiluhung, suwargane ing benjang, wus mangkono karsane Hyang Mahaluhur, perang lan iblis punika, sajatining perang sabil.
Terjemahan :
Kelak akan mendapat annugerah besar, barang siap menang melawan iblis, sangat indah mulia surga firdausnya kelak, memang demikianlah kehendak Tuhan yang Mahaluhur, perang melawan iblis itu nyata-nyata perang sabil.
Yayi perang sabil punika, nora lawan si kopar lawan si kapir, sajroning dhadha punika, ana prang bratayudha, langkung rame aganti pupuh-pinupuh, iya lawan dhewekira, iku latining prang sabil.
Terjemahan :
Dinda, perang sabil itu bakan melawan kafir saja, di dalam dada itu ada perang baratayuda, ramai sekali saling pukul-memukul yaitu perang melawan dirinya nafsu, itulah sesungguhnya perang sabil. Kutipan diatas bermakna bahwa sebagai hamba Tuhan sikapnya hendaklah selalu sadar percaya, dan taat kepada-Nya. Dalam mengarungi samudra kehidupan, agar tidak sesat. Kecuali itu, karena menurut kodratnya manusia bukan makhluk soliter, yang dapat hidup sendiri, memenuhi segala kebutuhan sendiri, melainkan adalah makhluk sosial. Dalam tata pergaulan hidup bermasyarakat hendaklah mematuhi nilai-nilai hidup dan mempunyai watak terpuji, ialah sabar penuh pengertian, berbudi luhur, rendah hati, tidak cenderung mencela dan mencampuri urusan orang lain, jujur, tulus ikhlas, tidak angkuh maupun congkak, tidak iri maupun dengki dan bersyukur atas barang apa yang telah dicapai berkat ridla Tuhan. Di samping itu hendaklah sadar bahwa manusia itu bersifat lemah, ibarat wayang yang hanya dapat bergerak atas kuasa dalang.
Sifat Ahli Hakikat Lakune ahli hakekat, sabar lila ing donyeki, laku sirik tan kanggonan, wus elok melok kaeksi, rarasan dadi jati, ingkang jati dadi suwung, swuh sirna dadi iya, janma mulya kang sejati, pun pinasthi donya ngakir manggih beja.
Terjemahan :
Laku ahli ahli hakikat adalah, sabar ikhlas di dunia, tidak musrik, nyata-nyata telah tampak jelas,pembicaraan menjadi kesejatian, yang sejati menjadi kosong, hilang lenyap menjadi ada, manusia mulia yang sejati, telah dipastikan ia didunia akhirat mendapat kebahagian.
Sang wiku dhawuh ing garwa, ingkang aran bumi pitung prakawis, kang aneng manungsa iku, pan wajib kaniwruhan, iku yayi minangka pepaking kawruh, yen sira nora weruha, cacad jenenge wong urip.
Terjemahan :
Sang pertapa berkata kepada istrinya, yang dinamai tujuh lapis bumi, yang ada pada diri manusiaitu, wajib diketahui, dinda itu sebagai kelengkapan ilmu, jika kau tidak mengetahuinya, cacad namanya bagi orang hidup.
Bumi iku kawruhana, ingkang aneng badan manungsa iki, sapisan bumi ranipun, ingaranan bumi retna, kapindho ingkang aran bumi kalbu, bumi jantung kaping tiga, kaping catur bumi budi.
Terjemahan :
Katahuilah bumi, yang ada pada tubuh manusia itu, pertama namanya bumi retna, yang kedua bernama bumi kalbu, ketiga bumi jantung, keempat bumi budi.
Ingkang kaping lima ika, bumi jinem arane iku yayi, kaping nenem puniku, ingaranan bumi suksma, ping pitune bumi rahmat aranipun, dhuh yayi pupujan ingwang, tegese ingsun jarwani.
Terjemahan :
Yang kelima, bumi jinem namanya, yang keenam dinda, dinamai bumi sukma, ketujuh bumi rahmat namanya, aduhai dinda pujaanku, artinya ku jelaskan begini.
Ingkang aran bumi retna, sajatine dhadhanira maskwari, bumine manungsa tuhu, iku gedhong kang mulya, iya iku astanane islamipun, dene kaping kalihira, bumi kalbu iku yayi.
Terjemahan :
Yang dinamai bumi retna, sesungguhnya dadamu dinda, benar-benar bumi manusia, itu gedung mulia, menurut islam itu istana, adapun yang kedua, itu bumi kalbu dinda.
Iku yayi tegesira, astanane iman ikang sejati kaping tiga bumi jantung, yaiku ing aranan, astanane anenggih sakehing kawruh, lan malih kaping patira, kang ingaranan bumi budi.
Terjemahan :
Adapun artinya, istana iman sejati ketiga bumi jantung, yaitu dinamai istana semua ilmu, dan lagi yang keempat, yang dinamai bumi budi.
Iku yayi, tegesira, astanane puji kalawan dzikir, dene kaping gangsalipun, bumi jenem puniku, iya iku astane saih satuhu, nulya kang kaping nemira, bumi suksma sun wastani.
Terjemahan :
Dinda, itu artinya istana puji dan dzikir, adapun yang kelima , bumi jinem itu, istana kasih sejati, kemudian yang keenam, kunamai bumi sukma.
Ana pun tegesira, astananing sabar sukur ing Widi, anenggih kang kaping pitu, ingaranan bumi rahmat, kawruhana emas mirah tegesipun, astananing rasa mulya, gantya pipitu kang langit.
Terjemahan :
Adapun artinya, istana kesabaran dan rasa syukur kepada Tuhan, adapun yang ketujuh, dinamai bumu rahmat, dinda sayang, ketahuilah artinya, istana rasa mulia, kemudian berganti tujuh langit.
Kang aneng jroning manungsa, kang kaping pisan ingaranan roh jasmani, dene kaping kalihipun, roh rabani ping tiga, roh rahmani nenggih ingkang kaping catur roh rohani aranira, kaping gangsal ingkang langit.
Terjemahan :
Yang ada dalam diri manusia, yang pertama disebur roh jasmani, adapun yang kedua roh rohani, ketiga roh rahmani, yang keempat roh rohani namanya, langit yang kelima.
Roh nurani aranira, ingkang kaping nenem arane yayi, iya roh nabati iku, langit kang kaping sapta, eroh kapi iku yayi aranipun, tegese sira weruha, langit roh satunggil-tunggil.
Terjemahan :
Roh nurani namanya, yang keenam dinda, ialah roh nabati, langit yang ketujuh, roh kapi itu dinda namanya, ketahuilah artinya langit roh masing-masing.
Tegese langit kapisan, roh jasmani mepeki ing ngaurip, aneng jasad manggonipun, langit roh rabaninya, amepeki uripe badan sakojur, roh rahmani manggonira, mepeki karsanireki.
Terjemahan :
Arti langit pertama, roh jasmani memenuhi kehidupan, di tubuh tempatnya, langitroh rabani, memenuhi hidup sekujur tubuh, roh rahmani tempatnya, memenuhi pada kehendakmu.
Langit roh rohani ika, amepeki ing ngelminira yayi, langit roh nurani iku, mepeki cahya badan, roh nabati amepeki idhepipun, iya ing badan sedaya, langit roh kapi winilis.
Terjemahan :
Langit roh rohani itu, memenuhi dalam dirimu, langit roh nurani itu, memenuhi cahaya tubuh, roh nabati memenuhi pikiranmu, dan seluruh tubuh, langit roh kapi disebut-sebut.
Mepeki wijiling sabda, pan wus jangkep cacahing pitung langit, eling-elingen ing kalbu, apa kang wus kawedhar, amuwuhi kandeling iman,
Terjemahan :
Memenuhi terbabarnya sabda, telah lengkaplah jumlah tujuh langit, ingat-ingatlah dalam hati, apa yang telah terungkap, menambah tebalnya iman. Laku ahli hakikat adalah sabar, tawakal, tulus iklas. Pada tahap ini manusia telah mengenal jati dirinya, yang dilambangkan terdiri dari atas tujuh lapis bumi dan tujuh lapis langit sebagai kelengkapan ilmu. Kesemuanya berasal dari Tuhan, dan semua itu menambah tebalnya iman. Wujudnya sebagai wadah ilmu, dan ilmunya ada pada Tuhan. Manusia yang telah memahami ilmu Tuhan, tidak berpikiran sempit, kerdil atau fanatik, dan tidak pula takabur. Ia justru bersikap toleran, tenggang rasa, hormat-menghormati keyakinan orang lain, karena tahu bahwa ilmu sejati, yang nyata-nyata bersember satu itu, hakikatnya sama. Ibarat sungai-sungai dari gunung manapun mata airnya, pasti akan bermuara ke laut juga. Sebaliknya jikalau ia memperdebatkan kulit luarnya, berarti beranggapan benar sendiri, dan belum sampai pada inti ajaran yang dicari. Orang yang telah sampai tahap hakikat, tidak munafik dan tidak mempersekutukan Tuhan.
Inkang ana jroning badan kabeh, pan punika saking Hyang Widi, wujud ingkang pasthi, wawadhahing ngelmu.
Terjemahan :
Semua yang ada di dalam tubuh, itu dari Tuhan, wujud yang pasti, sebagai tempat ilmu.
Iya ngelmu ingkang denwadhahi, ana ing Hyang Manon, poma iku weling ingsun angger, den agemi lawan den nastiti, tegese wong gemi, ywa kongsi kawetu.
Terjemahan :
Ilmu yang diwadahi, ada pada Tuhan, teristimewa sekali pesanku nak, hemat dan telitilah, arti orang hemat, jangan sampai keluar.
Dene ta tegese wong nastiti, saprentah Hyang Manon, den waspada sabarang ngelmune, terusana lahir tekeng batin, ywa padudon ngelmu, lan wong liya iku.
Terjemahan :
Adapun arti orang teliti, akan semua perentah Tuhan, hendaknya waspada terhadap sabarang ilmu, seyogyanya teruskanlah lahir sampai batin, jangan bercekcok tentang ilmu, dengan orang lain.
Yen tan weruh ngelmune Hyang Widi, tuna jenenging wong, upamane kaya kali akeh, ana kali gedhe kali cilik, karsanira sami, anjog samudra gung.
Terjemahan :
Jika tidak mengetahui ilmu Tuhan, berarti rugi sebagai manusia, ibarat seperti sungai banyak, ada sungai besar ada sungai kecil, kehendaknya sama, bermuara di samudra raya.
Sasenengan nggennya budhal margi, ngetan ana ngulon, ngalor ngidul saparan-parane, suprandene samyanjog jaladri, ywa maido ngelmi, tan ana kang luput.
Terjemahan :
Sesuka hati orang mencari jalan, ada yang ketimur, kebarat ke utara ke selatan dan kemana saja perginya, tetapi semua bermuara di laut, jangan mempercayai ilmu, tak ada yang keliru.
Lir kowangan kang cupet ing budi, sok pradondi kawruh, sisih sapa ingkang nisihake, bener sapa kang mbeneraken yayi, densarwea pasthi, amung ngajak gelut.
Terjemahan :
Ibarat kumbang air yang berbudi picik, kadang bertengkar ilmu, bila salah siapakah yang menyalahkan, bila benar siapa yang membenarkan dinda, jika singgung pasti, hanya mengajak bergelut.
Papindhane wong sumuci suci, iku kaya endhog, wujud putih amung jaba bae, njero kuning pangrasane suci, iku saking warih, warna cilam-cilum.
Terjemahan :
Ibarat orang yang mengaku suci, seperti telur, berwujud putih hanya luarnya saja, dalamnya kuning menurut perasaannya suci, itu dari air, berubah-ubah.
Wong mangkana tan patut tiniru, yayah kayu growong, isinira tan liyan mung telek, nadyan bisa tokak-tokek muni, tan pisan mangerti, ucape puniku.
Terjemahan :
Orang seperti itu tidak patut dicontoh, seperti kayu berlubang, isinya tidak lain hanya tokek, sekalipun bisa berbunyi tekek-tekek, sama sekali tidak mengerti, apa ucapanya itu.
Poma yayi den angati-ati, ujar kang mangkono, den karasa punika rasane, rinasakna sucine wong ngelmi, kang kasebut ngarsi, lir sucining kontul.
Terjemahan :
Teristemewa sekali dinda berhati-hatilah, kata seperti itu, rasakanlah hahekatnya, rasakanlah kesucian orang berilmu, yang tersebut didepan, seperti kesucian burung bangau.
Kicah-kicih anggung saba wirih, angupaya kodhok, lamun oleh pinangan ing enggen, wus mangkono watak kontul peksi, sandhange putih, panganane rusuh.
Terjemahan :
Berulangkali selalu pergi di tempat berair, mencari katak, jika telah dapat dimakan ditempat, memang demikian perangai burung bagau, pakaiannya putih, makanannya kotor.
Ywa mangkono yayi wong ngaurip, poma wekas ingong, den prayitna rumeksa badane, aywa kadi watak kontul peksi, mundhak niniwasi, dadi tanpa dunung.
Terjemahan :
Dinda, janganlah demikian orang hidup, teristemewa sekali pesan ku, berhati-hatilah menjaga tubuh, jangan seperti perangai burung bangau, karena memyebabkan celaka, sehingga tanpa tujuan.
Mituhua pitutur kang becik, yayi den kalakon, nyingkir ana jubriya kibire, lan sumungah aja anglakoni.
Terjemahan :
Patuhilah nasihat utama dinda, semoga terlaksana, singkirkan watak congkak dan takabur, dan jangan pula angkuh.
SULUK SUJINAH MENGAJARKAN JUGA BUDI PEKERTI
Salah satu kitab suluk yang mengajarkan pendidikan budi pekerti adalah “ SULUK SUJINAH MENGAJARKAN JUGA BUDI PEKERTI “.
Seperti lazimnya jenis kitab-kitab suluk, Suluk sujinah dituangkan dalam bentuk dialog, antara Syekh Purwaduksina dengan istrinya Dyah Ayu Sujinah mengenai asal asal mula, kewajiban, tujuan, dan hakikat hidup menurut agama Islam, khususnya ajaran tasawuf. Diterangkan juga tahap-tahap yang harus dilalui manusia dalam upayanya agar bisa luluh kembali kepada Tuhan. Tidak mudah untuk menemukan pendidikan budi pekerti dalam Suluk Sujinah yang sebagaian besar isinya membentangkan masalah jati diri manusia, apa saja yang akan dialami anak manusia menjelang dan sesudah mati, Dzat Yang Kekal dan lain-lain, hal yang tidak mudah dipahami, karena dituangkan dalam bahasa yang sarat lambang.
Di bawah ini ungkapan beberapa bait yang berisi pendidikan budi pekerti dalam Suluk Sujinah sebagai berikut :
Sifat Perbuatan Lahiriyah Agampang janma sembayang, nora angel wong angaji, pakewuhe wong agesang, angadu sukma lan jisim, salang surup urip, akeh wong bisa celathu, sajatine tan wikan, lir wong dagang madu gendhis, iya iku wong kandheng ahli sarengat.
Terjemahan :
Adalah mudah manusia sembahyang, tidaklah sesulit orang memuji, rintangan hidup adalah mengadu sukma dan tubuh, salah paham kehidupan, banyak orang bisa bicara, nyatanya tidak mengetahui, sperti orang berdagang madu gula, orang yang terhenti sebagai ahli syariat.
Sang Dyah kasmaran ing ngelmi, tan nyipta pinundhut garwa, amaguru ing batine, kalangkung bekti ing priya.
Terjemahan :
Si cantik gemar belajar ilmu, tidak mengira akan diperistri, dalam hati ia berguru dan sangat berbakti kepada suami.
Mung tuwan panutan ulun, pangeran dunya ngakerat.
Terjemahan :
Hanya tuan yang kuanut, pujaan di dunia dan akhirat.
Ping tiga ran bayuara, ya tapaning estri ingkang utami, lire bangkit nyaring tutur, rembuge pawong sanak, tan ………, kang tinekadken ing driya, pituturing guru laki.
Terjemahan :
Ketiga disebut banyuara, yakni tapa istri utama, artinya mampu menyaring kata, tutur kata sanak saudara, tidak mudah mematuhi dan meiru, dalam hati hanya bertekad mematuhi nasehat suami.
Dyah Ayu Sujinah lon aturnya, adhuh tuwan nyuwun sihnya sang yogi, tan darbe guru lyanipun, kajawi mung paduka, dunya ngakir tuwan guru laki ulun.
Terjemahan :
Dyah Ayu Sujinah berkata perlahan, “aduhai, aku mohan belas kasihan, aku tidak mempunyai guru lain, kecuali hanya paduka, di dunia dan akhirat, tuanlah guruku”.
Dyah Ayu Sujinah umatur ngabekti, langkung nuwun pangandika tuwan, kapundhi ing jro kalbune, dados panancang emut, karumatan sajroning budi.
Terjemahan :
Dyah Ayu Sujinah berkata dengan hormat, “sangat berterimakasih atas penjelasanmu, kuingat dalam hati baik-baik, dan kulakukan”. Seseorang yang hanya terhenti pada tahap syariat diibaratkan sebagai berdagang madu gula. Dalam mengarungi samudera kehidupan, manusia pasti akan mengalami berbagai rintangan yang tidak cukup diatasi dengan banyak bicara saja tanpa disertai laku amal. Dalam hubungan suami istri, dilukiskan bahwa keutamaan seorang istri ialah wajib setia bakti patuh kepada suami. Suami diibaratkan sebagai guru yang harus dianut tanpa kecuali, dan sebagai pujaan di dunia dan akhirat.istri yang dipandang utama ialah istri yang mampu menyaring tutur kata orang lain, tidak mudah terpengaruh siapapun, hanya patuh dan tunduk kepada nasihat suami. Mati Dalam hidup Laku ahli tarikat, ibarat mati di dalam hidup, semata-mata hanya mematuhi kehendak Tuhan. Kemudia dijelaskan tentang empat macam tapa, yaitu tapa ngeli : “berserah diri dan mematuhi sembarang kehendak Tuhan, tapa geniara : “tidak sakit hati apabila dipercakapkan orang”, tapa banyuara : “mampu menyaring kata dan tutur kata sanak saudara, tidak terpengaruh orang lain, hanya mematuhi nasehat suami”, dan tapa Ngluwat : “tidak membanggakan kebaikan, jasa maupun amalanya”. Terhadap sesama selalu bersikap rendah hati dan tidak gemar cekcok, lagi pula ia menyadari bahwa setiap harinya manusia selalu harus pandai-pandai memerangi gejolak hawa nafsu yang akan menjerumuskan dalam kesesatan. Mempunyai pengertian yang mendalam bahwa pada hakikatnya manusia sebagai makhluk Tuhan, adalah sama, setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Lakune ahli tarikat, atapa pucuking wukir, mungguh Hyang Suksma parenga, amati sajroning urip, angenytaken ragi, suwung tan ana kadulu, mulane amartapa, mrih punjul samining janmi, wus mangkana kang kandheg aneng tarekat.
Terjemahan :
Laku ahli tirakat adalah bertapa di puncak gunung, sekiranya Tuhan meridhoi mati di dalam hidup, menghanyutkan diri, kosong tidak ada yang terlihat, oleh karena itu bertapa agar melebihi sesamayan, demikianlah barang siapa yang terhenti pada tarikat.
Dhihing ingkang aran tapa, iya ngeli lire pasrah ing Widi, apa karsane Hyang Agung, iya manut kewala, kadya sarah kang aneng tengahing laut, apa karsaning Pangeran, manungsa darma nglakoni.
Terjemahan :
Pertama, yang disebut tapa ngeli yakni, mengahayutkang diri, artinya berserah diri kepada Tuhan, sebarang kehendak-Nya patuhi sajalah, ibarat sampah di tengah laut, sebarang kehendak Tuhan manusia hanya pelaksana semata.
Ping kalih kang aran tapa , geniara adadi laku ugi, ana dene artinipun, malebu dahana, lire lamun kabrangas ing ujar …. den ucap ing tangga, apan ta nora sak serik.
Terjemahan :
Kedua, yang disebut tapa geniara menjadi laku juga, adapun artinya ialah masuk kedlam api, maksudnya jika terbakar oleh kata-kata dan dipercakapkan tetangga tidak sakit hati.
Ping tiga ran bayuara, ya tapaning estri ingkang utami, lire bangkit nyaring tutur, rembuge pawong sanak, tan gumampang anggugu, kang tinekadken ing driya, pituturing guru laki.
Terjemahan :
Ketiga, disebut banyuara, yakni tapanya istri utama, artinya mampu menyaring kata-kata atau tutur kata sanak saudara, tidak mudah mengikuti dan meniru orang lain, dalam hati bertekad mematuhi nasehat suami.
Tapa kang kaping sekawan, tapa ngluwat mendhem sajroning bumi, mengkene ing tegesipun, aja ngatonken uga, marang kabecikane dhewe puniku, miwah marang ngamalira, pendhemen dipun arumit.
Terjemahan :
Tapa yang keempat adalah tapa ngluwat, memendam diri di dalam tanah, beginilah maksudnya ; jangan memperlihatkan juga kebaikan diri sendiri, demikian pula amalmu pemdamlah dalam-dalam.
Lawan malih yayi sira, dipun andhap asor marang sasami, nyingkirana para padu, utamane kang lampah, tarlen amung wong bekti marang Hyang Agung, iku lakuning manungsa, kang menang perang lan iblis.
Terjemahan :
Lagi pula dinda, bersikaplah rendah hati terhadap sesama, jauhilah sifat gemar cekcok, seyogyanya laku itu tiada lain hanya hanya berbakti kepada Tuhan Yang Maha Agung, itulah laku manusia yang menang berperang dengan iblis.
Iku benjang pinaringan, ganjaran gung kang menang lawan iblis, langkung dening adiluhung, suwargane ing benjang, wus mangkono karsane Hyang Mahaluhur, perang lan iblis punika, sajatining perang sabil.
Terjemahan :
Kelak akan mendapat annugerah besar, barang siap menang melawan iblis, sangat indah mulia surga firdausnya kelak, memang demikianlah kehendak Tuhan yang Mahaluhur, perang melawan iblis itu nyata-nyata perang sabil.
Yayi perang sabil punika, nora lawan si kopar lawan si kapir, sajroning dhadha punika, ana prang bratayudha, langkung rame aganti pupuh-pinupuh, iya lawan dhewekira, iku latining prang sabil.
Terjemahan :
Dinda, perang sabil itu bakan melawan kafir saja, di dalam dada itu ada perang baratayuda, ramai sekali saling pukul-memukul yaitu perang melawan dirinya nafsu, itulah sesungguhnya perang sabil. Kutipan diatas bermakna bahwa sebagai hamba Tuhan sikapnya hendaklah selalu sadar percaya, dan taat kepada-Nya. Dalam mengarungi samudra kehidupan, agar tidak sesat. Kecuali itu, karena menurut kodratnya manusia bukan makhluk soliter, yang dapat hidup sendiri, memenuhi segala kebutuhan sendiri, melainkan adalah makhluk sosial. Dalam tata pergaulan hidup bermasyarakat hendaklah mematuhi nilai-nilai hidup dan mempunyai watak terpuji, ialah sabar penuh pengertian, berbudi luhur, rendah hati, tidak cenderung mencela dan mencampuri urusan orang lain, jujur, tulus ikhlas, tidak angkuh maupun congkak, tidak iri maupun dengki dan bersyukur atas barang apa yang telah dicapai berkat ridla Tuhan. Di samping itu hendaklah sadar bahwa manusia itu bersifat lemah, ibarat wayang yang hanya dapat bergerak atas kuasa dalang.
Sifat Ahli Hakikat Lakune ahli hakekat, sabar lila ing donyeki, laku sirik tan kanggonan, wus elok melok kaeksi, rarasan dadi jati, ingkang jati dadi suwung, swuh sirna dadi iya, janma mulya kang sejati, pun pinasthi donya ngakir manggih beja.
Terjemahan :
Laku ahli ahli hakikat adalah, sabar ikhlas di dunia, tidak musrik, nyata-nyata telah tampak jelas,pembicaraan menjadi kesejatian, yang sejati menjadi kosong, hilang lenyap menjadi ada, manusia mulia yang sejati, telah dipastikan ia didunia akhirat mendapat kebahagian.
Sang wiku dhawuh ing garwa, ingkang aran bumi pitung prakawis, kang aneng manungsa iku, pan wajib kaniwruhan, iku yayi minangka pepaking kawruh, yen sira nora weruha, cacad jenenge wong urip.
Terjemahan :
Sang pertapa berkata kepada istrinya, yang dinamai tujuh lapis bumi, yang ada pada diri manusiaitu, wajib diketahui, dinda itu sebagai kelengkapan ilmu, jika kau tidak mengetahuinya, cacad namanya bagi orang hidup.
Bumi iku kawruhana, ingkang aneng badan manungsa iki, sapisan bumi ranipun, ingaranan bumi retna, kapindho ingkang aran bumi kalbu, bumi jantung kaping tiga, kaping catur bumi budi.
Terjemahan :
Katahuilah bumi, yang ada pada tubuh manusia itu, pertama namanya bumi retna, yang kedua bernama bumi kalbu, ketiga bumi jantung, keempat bumi budi.
Ingkang kaping lima ika, bumi jinem arane iku yayi, kaping nenem puniku, ingaranan bumi suksma, ping pitune bumi rahmat aranipun, dhuh yayi pupujan ingwang, tegese ingsun jarwani.
Terjemahan :
Yang kelima, bumi jinem namanya, yang keenam dinda, dinamai bumi sukma, ketujuh bumi rahmat namanya, aduhai dinda pujaanku, artinya ku jelaskan begini.
Ingkang aran bumi retna, sajatine dhadhanira maskwari, bumine manungsa tuhu, iku gedhong kang mulya, iya iku astanane islamipun, dene kaping kalihira, bumi kalbu iku yayi.
Terjemahan :
Yang dinamai bumi retna, sesungguhnya dadamu dinda, benar-benar bumi manusia, itu gedung mulia, menurut islam itu istana, adapun yang kedua, itu bumi kalbu dinda.
Iku yayi tegesira, astanane iman ikang sejati kaping tiga bumi jantung, yaiku ing aranan, astanane anenggih sakehing kawruh, lan malih kaping patira, kang ingaranan bumi budi.
Terjemahan :
Adapun artinya, istana iman sejati ketiga bumi jantung, yaitu dinamai istana semua ilmu, dan lagi yang keempat, yang dinamai bumi budi.
Iku yayi, tegesira, astanane puji kalawan dzikir, dene kaping gangsalipun, bumi jenem puniku, iya iku astane saih satuhu, nulya kang kaping nemira, bumi suksma sun wastani.
Terjemahan :
Dinda, itu artinya istana puji dan dzikir, adapun yang kelima , bumi jinem itu, istana kasih sejati, kemudian yang keenam, kunamai bumi sukma.
Ana pun tegesira, astananing sabar sukur ing Widi, anenggih kang kaping pitu, ingaranan bumi rahmat, kawruhana emas mirah tegesipun, astananing rasa mulya, gantya pipitu kang langit.
Terjemahan :
Adapun artinya, istana kesabaran dan rasa syukur kepada Tuhan, adapun yang ketujuh, dinamai bumu rahmat, dinda sayang, ketahuilah artinya, istana rasa mulia, kemudian berganti tujuh langit.
Kang aneng jroning manungsa, kang kaping pisan ingaranan roh jasmani, dene kaping kalihipun, roh rabani ping tiga, roh rahmani nenggih ingkang kaping catur roh rohani aranira, kaping gangsal ingkang langit.
Terjemahan :
Yang ada dalam diri manusia, yang pertama disebur roh jasmani, adapun yang kedua roh rohani, ketiga roh rahmani, yang keempat roh rohani namanya, langit yang kelima.
Roh nurani aranira, ingkang kaping nenem arane yayi, iya roh nabati iku, langit kang kaping sapta, eroh kapi iku yayi aranipun, tegese sira weruha, langit roh satunggil-tunggil.
Terjemahan :
Roh nurani namanya, yang keenam dinda, ialah roh nabati, langit yang ketujuh, roh kapi itu dinda namanya, ketahuilah artinya langit roh masing-masing.
Tegese langit kapisan, roh jasmani mepeki ing ngaurip, aneng jasad manggonipun, langit roh rabaninya, amepeki uripe badan sakojur, roh rahmani manggonira, mepeki karsanireki.
Terjemahan :
Arti langit pertama, roh jasmani memenuhi kehidupan, di tubuh tempatnya, langitroh rabani, memenuhi hidup sekujur tubuh, roh rahmani tempatnya, memenuhi pada kehendakmu.
Langit roh rohani ika, amepeki ing ngelminira yayi, langit roh nurani iku, mepeki cahya badan, roh nabati amepeki idhepipun, iya ing badan sedaya, langit roh kapi winilis.
Terjemahan :
Langit roh rohani itu, memenuhi dalam dirimu, langit roh nurani itu, memenuhi cahaya tubuh, roh nabati memenuhi pikiranmu, dan seluruh tubuh, langit roh kapi disebut-sebut.
Mepeki wijiling sabda, pan wus jangkep cacahing pitung langit, eling-elingen ing kalbu, apa kang wus kawedhar, amuwuhi kandeling iman,
Terjemahan :
Memenuhi terbabarnya sabda, telah lengkaplah jumlah tujuh langit, ingat-ingatlah dalam hati, apa yang telah terungkap, menambah tebalnya iman. Laku ahli hakikat adalah sabar, tawakal, tulus iklas. Pada tahap ini manusia telah mengenal jati dirinya, yang dilambangkan terdiri dari atas tujuh lapis bumi dan tujuh lapis langit sebagai kelengkapan ilmu. Kesemuanya berasal dari Tuhan, dan semua itu menambah tebalnya iman. Wujudnya sebagai wadah ilmu, dan ilmunya ada pada Tuhan. Manusia yang telah memahami ilmu Tuhan, tidak berpikiran sempit, kerdil atau fanatik, dan tidak pula takabur. Ia justru bersikap toleran, tenggang rasa, hormat-menghormati keyakinan orang lain, karena tahu bahwa ilmu sejati, yang nyata-nyata bersember satu itu, hakikatnya sama. Ibarat sungai-sungai dari gunung manapun mata airnya, pasti akan bermuara ke laut juga. Sebaliknya jikalau ia memperdebatkan kulit luarnya, berarti beranggapan benar sendiri, dan belum sampai pada inti ajaran yang dicari. Orang yang telah sampai tahap hakikat, tidak munafik dan tidak mempersekutukan Tuhan.
Inkang ana jroning badan kabeh, pan punika saking Hyang Widi, wujud ingkang pasthi, wawadhahing ngelmu.
Terjemahan :
Semua yang ada di dalam tubuh, itu dari Tuhan, wujud yang pasti, sebagai tempat ilmu.
Iya ngelmu ingkang denwadhahi, ana ing Hyang Manon, poma iku weling ingsun angger, den agemi lawan den nastiti, tegese wong gemi, ywa kongsi kawetu.
Terjemahan :
Ilmu yang diwadahi, ada pada Tuhan, teristimewa sekali pesanku nak, hemat dan telitilah, arti orang hemat, jangan sampai keluar.
Dene ta tegese wong nastiti, saprentah Hyang Manon, den waspada sabarang ngelmune, terusana lahir tekeng batin, ywa padudon ngelmu, lan wong liya iku.
Terjemahan :
Adapun arti orang teliti, akan semua perentah Tuhan, hendaknya waspada terhadap sabarang ilmu, seyogyanya teruskanlah lahir sampai batin, jangan bercekcok tentang ilmu, dengan orang lain.
Yen tan weruh ngelmune Hyang Widi, tuna jenenging wong, upamane kaya kali akeh, ana kali gedhe kali cilik, karsanira sami, anjog samudra gung.
Terjemahan :
Jika tidak mengetahui ilmu Tuhan, berarti rugi sebagai manusia, ibarat seperti sungai banyak, ada sungai besar ada sungai kecil, kehendaknya sama, bermuara di samudra raya.
Sasenengan nggennya budhal margi, ngetan ana ngulon, ngalor ngidul saparan-parane, suprandene samyanjog jaladri, ywa maido ngelmi, tan ana kang luput.
Terjemahan :
Sesuka hati orang mencari jalan, ada yang ketimur, kebarat ke utara ke selatan dan kemana saja perginya, tetapi semua bermuara di laut, jangan mempercayai ilmu, tak ada yang keliru.
Lir kowangan kang cupet ing budi, sok pradondi kawruh, sisih sapa ingkang nisihake, bener sapa kang mbeneraken yayi, densarwea pasthi, amung ngajak gelut.
Terjemahan :
Ibarat kumbang air yang berbudi picik, kadang bertengkar ilmu, bila salah siapakah yang menyalahkan, bila benar siapa yang membenarkan dinda, jika singgung pasti, hanya mengajak bergelut.
Papindhane wong sumuci suci, iku kaya endhog, wujud putih amung jaba bae, njero kuning pangrasane suci, iku saking warih, warna cilam-cilum.
Terjemahan :
Ibarat orang yang mengaku suci, seperti telur, berwujud putih hanya luarnya saja, dalamnya kuning menurut perasaannya suci, itu dari air, berubah-ubah.
Wong mangkana tan patut tiniru, yayah kayu growong, isinira tan liyan mung telek, nadyan bisa tokak-tokek muni, tan pisan mangerti, ucape puniku.
Terjemahan :
Orang seperti itu tidak patut dicontoh, seperti kayu berlubang, isinya tidak lain hanya tokek, sekalipun bisa berbunyi tekek-tekek, sama sekali tidak mengerti, apa ucapanya itu.
Poma yayi den angati-ati, ujar kang mangkono, den karasa punika rasane, rinasakna sucine wong ngelmi, kang kasebut ngarsi, lir sucining kontul.
Terjemahan :
Teristemewa sekali dinda berhati-hatilah, kata seperti itu, rasakanlah hahekatnya, rasakanlah kesucian orang berilmu, yang tersebut didepan, seperti kesucian burung bangau.
Kicah-kicih anggung saba wirih, angupaya kodhok, lamun oleh pinangan ing enggen, wus mangkono watak kontul peksi, sandhange putih, panganane rusuh.
Terjemahan :
Berulangkali selalu pergi di tempat berair, mencari katak, jika telah dapat dimakan ditempat, memang demikian perangai burung bagau, pakaiannya putih, makanannya kotor.
Ywa mangkono yayi wong ngaurip, poma wekas ingong, den prayitna rumeksa badane, aywa kadi watak kontul peksi, mundhak niniwasi, dadi tanpa dunung.
Terjemahan :
Dinda, janganlah demikian orang hidup, teristemewa sekali pesan ku, berhati-hatilah menjaga tubuh, jangan seperti perangai burung bangau, karena memyebabkan celaka, sehingga tanpa tujuan.
Mituhua pitutur kang becik, yayi den kalakon, nyingkir ana jubriya kibire, lan sumungah aja anglakoni.
Terjemahan :
Patuhilah nasihat utama dinda, semoga terlaksana, singkirkan watak congkak dan takabur, dan jangan pula angkuh.
SOPO SEMAR..??
Siapa SEMAR..??
Batara Semar
MAYA adalah sebuah cahaya hitam. Cahaya hitam tersebut untuk menyamarkan segala sesuatu.
Yang ada itu sesungguhnya tidak ada.
Yang sesungguhnya ada, ternyata bukan.
Yang bukan dikira iya.
Yang wanter (bersemangat) hatinya, hilang kewanterane (semangatnya), sebab takut kalau keliru.
Maya, atau Ismaya, cahaya hitam, juga disebut SEMAR artinya tersamar, atau tidak jelas.
Di dalam cerita pewayangan, Semar adalah putra Sang Hyang Wisesa, ia diberi anugerah mustika manik astagina, yang mempunyai 8 daya, yaitu:
tidak pernah lapar
tidak pernah mengantuk
tidak pernah jatuh cinta
tidak pernah bersedih
tidak pernah merasa capek
tidak pernah menderita sakit
tidak pernah kepanasan
tidak pernah kedinginan
kedelapan daya tersebut diikat pada rambut yang ada di ubun-ubun atau kuncung. Semar atau Ismaya, diberi beberapa gelar yaitu; Batara Semar, Batara Ismaya, Batara Iswara, Batara Samara, Sanghyang Jagad Wungku, Sanghyang Jatiwasesa, Sanghyang Suryakanta. Ia diperintahkan untuk menguasai alam Sunyaruri, atau alam kosong, tidak diperkenankan menguasi manusia di alam dunia.
Di alam Sunyaruri, Batara Semar dijodohkan dengan Dewi Sanggani putri dari Sanghyang Hening. Dari hasil perkawinan mereka, lahirlah sepuluh anak, yaitu: Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan, Batara Siwah, Batara Wrahaspati, Batara Yamadipati, Batara Surya, Batara Candra, Batara Kwera, Batara Tamburu, Batara Kamajaya dan Dewi Sarmanasiti. Anak sulung yang bernama Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan mempunyai anak cebol, ipel-ipel dan berkulit hitam. Anak tersebut diberi nama Semarasanta dan diperintahkan turun di dunia, tinggal di padepokan Pujangkara. Semarasanta ditugaskan mengabdi kepada Resi Kanumanasa di Pertapaan Saptaarga.
Dikisahkan Munculnya Semarasanta di Pertapaan Saptaarga, diawali ketika Semarasanta dikejar oleh dua harimau, ia lari sampai ke Saptaarga dan ditolong oleh Resi Kanumanasa. Ke dua Harimau tersebut diruwat oleh Sang Resi dan ke duanya berubah menjadi bidadari yang cantik jelita. Yang tua bernama Dewi Kanestren dan yang muda bernama Dewi Retnawati. Dewi Kanestren diperistri oleh Semarasanta dan Dewi Retnawati menjadi istri Resi Kanumanasa. Mulai saat itu Semarasanta mengabdi di Saptaarga dan diberi sebutan Janggan Semarsanta.
Sebagai Pamong atau abdi, Janggan Semarasanta sangat setia kepada Bendara (tuan)nya. Ia selalu menganjurkan untuk menjalani laku prihatin dengan berpantang, berdoa, mengurangi tidur dan bertapa, agar mencapai kemuliaan. Banyak saran dan petuah hidup yang mengarah pada keutamaan dibisikan oleh tokoh ini. Sehingga hanya para Resi, Pendeta atau pun Ksatria yang kuat menjalani laku prihatin, mempunyai semangat pantang menyerah, rendah hati dan berperilaku mulia, yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta. Dapat dikatakan bahwa Janggan Semarasanta merupakan rahmat yang tersembunyi. Siapa pun juga yang diikutinya, hidupnya akan mencapai puncak kesuksesan yang membawa kebahagiaqan abadi lahir batin. Dalam catatan kisah pewayangan, ada tujuh orang yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta, yaitu; Resi Manumanasa sampai enam keturunannya, Sakri, Sekutrem, Palasara, Abiyasa, Pandudewanata dan sampai Arjuna.
Jika sedang marah kepada para Dewa, Janggan Semarasanta katitisan oleh eyangnya yaitu Batara Semar. Jika dilihat secara fisik, Semarasanta adalah seorang manusia cebol jelek dan hitam, namun sesungguhnya yang ada dibalik itu ia adalah pribadi dewa yang bernama Batara Semar atau Batara Ismaya.
Karena Batara Semar tidak diperbolehkan menguasai langsung alam dunia, maka ia memakai wadag Janggan Semarasanta sebagai media manitis (tinggal dan menyatu), sehingga akhirnya nama Semarasanta jarang disebut, ia lebih dikenal dengan nama Semar.
Seperti telah ditulis di atas, Semar atau Ismaya adalah penggambaran sesuatau yang tidak jelas tersamar.
Yang ada itu adalah Semarasanta, tetapi sesungguhnya Semarasanta tidak ada.
Yang sesungguhnya ada adalah Batara Semar, namun ia bukan Batara Semar, ia adalah manusia berbadan cebol,berkulit hitam yang bernama Semarasanta.
Memang benar, ia adalah Semarasanta, tetapi yang diperbuat bukan semata-mata perbuatan Semarasanta.
Jika sangat yakin bahwa ia Semarasanta, tiba-tiba berubah keyakinan bahwa ia adalah Batara Semar, dan akhirnya tidak yakin, karena takut keliru. Itulah sesuatu yang belum jelas, masih diSAMARkan, yang digambarkan pada seorang tokoh Semar.
SEMAR adalah sebuah misteri, rahasia Sang Pencipta. Rahasia tersebut akan disembunyikan kepada orang-orang yang egois, tamak, iri dengki, congkak dan tinggi hati, namun dibuka bagi orang-orang yang sabar, tulus, luhur budi dan rendah hati. Dan orang yang di anugerahi Sang Rahasia, atau SEMAR, hidupnya akan berhasil ke puncak kebahagiaan dan kemuliaan nan abadi. (herjaka)
SANGKAN PARANING DUMADI
Dalam hidup ini, manusia senantiasa diingatkan untuk memahami filosofi Kejawen yang
berbunyi “Sangkan Paraning Dumadi”. Apa sebenarnya Sangkan Paraning Dumadi? Tidak banyak orang yang mengetahuinya. Padahal, jika kita belajar tentang Sangkan Paraning Dumadi, maka kita akan mengetahuikemana tujuan kita setelah hidup kita berada di akhir hayat.
Manusia sering diajari filosofi Sangkan Paraning Dumadi itu ketika merayakan Hari Raya Idul Fitri. Biasanya masyarakat Indonesia lebih suka menghabiskan waktu hari raya Idul Fitri dengan mudik. Nah, mudik itulah yang menjadi pemahaman filosofi Sangkan Paraning Dumadi. Ketika mudik, kita dituntut untuk memahami dari mana dulu kita berasal, dan akan kemanakah hidup kita ini nantinya.
Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak tembang dhandanggula warisan para leluhur yang sampai detik ini masih terus dikumandangkan.
Kawruhana sejatining urip
Urip ana jroning alam donya
Bebasane mampir ngombe
Umpama manuk mabur
Lunga saka kurungan neki
Pundi pencokan benjang
Awja kongsi kaleru
Umpama lunga sesanja
Najan-sinanjan ora wurung bakal mulih
Mulih mula mulanya
Ketahuilah sejatinya hidup,
Hidup di dalam alam dunia,
Ibarat perumpamaan mampir minum,
Seumpama burung terbang,
Pergi dari kurungannya,
Dimana hinggapnya besok,
Jangan sampai keliru,
Umpama orang pergi bertandang,
Saling bertandang, yang pasti bakal pulang,
Pulang ke asal mulanya,
Kemanakah kita bakal ‘pulang’?
Kemanakah setelah kita ‘mampir ngombe’ di dunia ini?
Dimana tempat hinggap kita andai melesat terbang dari ‘kurungan’ (badan jasmani) dunia ini?
Kemanakah aku hendak pulang setelah aku pergi bertandang ke dunia ini?
Itu adalah suatu pertanyaan besar yang sering hinggap di benak orang-orang yang mencari ilmu sejati.
Yang jelas, beberapa pertanyaan itu menunjukkan bahwa dunia ini bukanlah tempat yang langgeng. Hidup di dunia ini hanya sementara saja. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita menyimak tembang dari Syech Siti Jenar yang digubah oleh Raden Panji Natara dan digubah lagi oleh Bratakesawa yang bunyinya seperti ini:
“Kowe padha kuwalik panemumu, angira donya iki ngalame wong urip, akerat kuwi ngalame wong mati; mulane kowe pada kanthil-kumanthil marang kahanan ing donya, sarta suthik aninggal donya.” (“Terbalik pendapatmu, mengira dunia ini alamnya orang hidup, akherat itu alamnya orang mati. Makanya kamu sangat lekat dengan kehidupan dunia, dan tidak mau meninggalkan alam dunia”)
Pertanyaan yang muncul dari tembang Syech Siti Jenar adalah:
Kalau dunia ini bukan alamnya orang hidup, lalu alamnya siapa?
Syech Siti Jenar menambahkan penjelasannya:
“Sanyatane, donya iki ngalame wong mati, iya ing kene iki anane swarga lan naraka, tegese, bungah lan susah. Sawise kita ninggal donya iki, kita bali urip langgeng, ora ana bedane antarane ratu karo kere, wali karo bajingan.” (Kenyataannya, dunia ini alamnya orang mati, iya di dunia ini adanya surga dan neraka, artinya senang dan susah. Setelah kita meninggalkan alam dunia ini, kita kembali hidup langgeng, tidak ada bedanya antara yang berpangkat ratu dan orang miskin, wali ataupun bajingan”)
Dari pendapat Syech Siti Jenar itu kita bisa belajar, bahwa hidup di dunia ini yang serba berubah seperti roda (kadang berada di bawah, kadang berada di atas), besok mendapat kesenangan, lusa memperoleh kesusahan, dan itu bukanlah merupakan hidup yang sejati ataupun langgeng.
Wejangan beberapa leluhur mengatakan:
“Urip sing sejati yaiku urip sing tan keno pati”. (hidup yang sejati itu adalah hidup yang tidak bisa terkena kematian). Ya, kita semua bakal hidup sejati. Tetapi permasalahan yang muncul adalah, siapkah kita menghadapi hidup yang sejati jika kita senantiasa berpegang teguh pada kehidupan di dunia yang serba fana?
Ajaran para leluhur juga menjelaskan:
“Tangeh lamun siro bisa ngerti sampurnaning pati,
yen siro ora ngerti sampurnaning urip.”
(mustahil kamu bisa mengerti kematian yang sempurna,
jika kamu tidak mengerti hidup yang sempurna).
Oleh karena itu, kita wajib untuk menimba ilmu agar hidup kita menjadi sempurna dan mampu meninggalkan alam dunia ini menuju ke kematian yang sempurna pula.
Search
Categories
- BERITA DAN INFORMASI (1)
- ENTERTAIMENT (1)
- FILM (1)
- IKLAN ANDA (1)
- ISLAM KEJAWEN (29)
- LIFESTYLE (1)
- LINTAS AGAMA (1)
- MUSIK (1)
- PENDIDIKAN (1)
- TEKNOLOGI (1)
- TOKO ONLINE (1)
Mengenai Saya
Pengikut
Arsip Blog
-
▼
2011
(31)
-
▼
Januari
(31)
- Tuhan Bisa kita KENAL lewat sang GURU..??
- Ibu, TUHAN itu…??
- SHALAT/DZIKIR KHUSU’ atau HIDUP KHUSU’…??
- Ibadah = Ngawulo = Melayani
- Mengenal DIRI, Mengenal Tuhan…??
- Teka teki “Tapak Kuntul Mabur”
- KHUSYU’ ataukah KUSUT
- Ngupadi Kasampurnaning URIP
- Jadilah Guru Atas Nasib Kita Sendiri
- Jagad ALIT, Jagad AGENG
- EGO-ku, EGO-mu, EGO-kita
- Jalmo Manungso
- APA ITU DOA
- SERAT KALATIDHO
- SERAT SABDO JATI
- SULUK SUJINAH MENGAJARKAN JUGA BUDI PEKERTI
- SULUK SUJINAH MENGAJARKAN JUGA BUDI PEKERTI Sal...
- SOPO SEMAR..??
- SANGKAN PARANING DUMADI
- Dalam hidup ini, manusia senantiasa diingatkan unt...
- SEDULUR SONGO
- RUPA-RUPA WEJANGAN SAKA PARA GURU
- ANGETRAPAKE PARABOTING NGELMU KASAMPURNAN
- Into Cartoon Pro Posted By : Andy Stone Cold | 29...
- Misteri Leluhur Bangsa Jawa
- JAGADKEJAWEN
- JAWA ADALAH PUSAT KEBUDAYAAN DUNIA
- Masa Keemasan Iblis (Misterius Iblisius)
- Pertama Kali Iblis Datang Ke Jawa
- Ungu - Percaya Padaku
- Ungu - Percaya Padaku
-
▼
Januari
(31)
ACHMAD KHOIRON ROFIQ
Archives
-
▼
2011
(31)
-
▼
Januari
(31)
- Tuhan Bisa kita KENAL lewat sang GURU..??
- Ibu, TUHAN itu…??
- SHALAT/DZIKIR KHUSU’ atau HIDUP KHUSU’…??
- Ibadah = Ngawulo = Melayani
- Mengenal DIRI, Mengenal Tuhan…??
- Teka teki “Tapak Kuntul Mabur”
- KHUSYU’ ataukah KUSUT
- Ngupadi Kasampurnaning URIP
- Jadilah Guru Atas Nasib Kita Sendiri
- Jagad ALIT, Jagad AGENG
- EGO-ku, EGO-mu, EGO-kita
- Jalmo Manungso
- APA ITU DOA
- SERAT KALATIDHO
- SERAT SABDO JATI
- SULUK SUJINAH MENGAJARKAN JUGA BUDI PEKERTI
- SULUK SUJINAH MENGAJARKAN JUGA BUDI PEKERTI Sal...
- SOPO SEMAR..??
- SANGKAN PARANING DUMADI
- Dalam hidup ini, manusia senantiasa diingatkan unt...
- SEDULUR SONGO
- RUPA-RUPA WEJANGAN SAKA PARA GURU
- ANGETRAPAKE PARABOTING NGELMU KASAMPURNAN
- Into Cartoon Pro Posted By : Andy Stone Cold | 29...
- Misteri Leluhur Bangsa Jawa
- JAGADKEJAWEN
- JAWA ADALAH PUSAT KEBUDAYAAN DUNIA
- Masa Keemasan Iblis (Misterius Iblisius)
- Pertama Kali Iblis Datang Ke Jawa
- Ungu - Percaya Padaku
- Ungu - Percaya Padaku
-
▼
Januari
(31)